ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Wednesday 20 August 2008

Khayalan, Pembodohan Atau Kerja Keras

Dibanyak hal, acapkali kaum akademisi (kelompok kampus atau masyarakat ilmiah) menjadi lawan politik terberat bagi geng politikus. Kajian dan pandangan kekinian melalui asumsi yang bersandar pada teori maupun kecendrungan pola interaksi sebab akibat, seringkali menjadi momok karena ramuannya cenderung menelanjangi kebobrokan dan kebodohan. Tetapi, tidak banyak politikus profesional (tidak kekanak-kanakan) yang mampu menempatkannya sebagai peluang koreksi pembenahan internal diri maupun kelompoknya (partai politik). Pada babak penting seperti pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan presiden, katanya, barisan pujangga, idealis, pejuang rakyat modern, akademis maupun pola premanisme digandeng membentuk landasan pemikiran seorang balon kepala daerah. Visi misi sepertinya mendapat kredit point tertinggi bagi setiap balon kepala daerah untuk menarik simpati masyarakat. Isu favoritnya tidak lain seputar pemberantasan kemiskinan, korupsi, kebodohan, kesehatan, dan berbagai terobosan strategis masalah pertanian. Tak jarang, bagi setiap balon kepala daerah, visi-misi hampir sama dan sepertinya hanya berganti nomor prioritas saja. Perbedaan utama terletak pada cara mencapai visi misi tersebut dan melalui program apa agar mudah mencapainya. Masyarakat seringkali dicekoki dengan kata-kata mutiara melalui program-program fantastik bahkan bombardir yang katanya mampu dicapai dalam waktu singkat. Kali ini, pemikiran sebahagian masyarakat harus dimerdekakan sehingga mampu berpikir sistematis, berwawasan kedepan, dan tidak ngeyel (tidak mengada-ngada).Paling tidak, ada 3 muatan dalam visi misi yang di ketik rapi balon kepala daerah untuk menarik simpati masyarakat. Pertama, Visi Misi Khayalan. Namanya menghayal, tentu maknanya sesuatu yang peluangnya ada dua yaitu mungkin dapat tercapai dan mungkin tidak dapat tercapai. Tetapi ada unsur realistis yang cenderung memperdebatkan masalah waktu untuk mencapainya. Rentang waktu maksimal bagi seorang kepala daerah untuk mengentaskan berbagai program kerjanya paling lama 5 tahun kedepan. Bila, seorang kepala daerah menceritakan program kerja yang tidak dapat di capai dalam waktu 5 tahun kedepan, ia dapat dikatakan kepala daerah yang sedang menghayal, berangan-angan bak penjual es campur yang berpikir jualannya bakal laku keras tetapi ia berjualan di hutan rimba. Tetapi ada juga yang sombong membuat program untuk jangka waktu 10 tahun dan ini disatu sisi adalah tindakan banci untuk menjadi alasan tidak terbeban dengan target visi misi karena masa kerjanya hanya 5 tahun, namun entahlah kalau ia-nya yakin akan terpilih lagi pada periode berikutnya. Oleh karenanya, model visi misi seperti ini tidak layak diberi kesempatan menjadi kepala daerah. Kedua, Visi Misi Pembodohan. Makna kedua ini menceritakan skenario kebahagiaan, kesenangan maupun damai sejahtera bagi masyarakat, tetapi mustahil terjadi. Kemustahilan ini bisa saja disebabkan faktor materi, sumber daya manusia, sumber daya alam, situasi dan kondisi daerah maupun perkembangan kedewasaan politik lokal. Pada prakteknya, turunan visi misi berupa program kerja termasuk cara kerja yang akan diterapkan sama sekali menggambarkan pola kemustahilan hasil. Contoh ringan seperti adanya umbar janji akan mengatasi suatu masalah ‘x’ di daerah dengan cara 1-2 dan 3. Tetapi solusi yang ditawarkan tidak masuk akal dan tidak mungkin dapat dilakukan, karena bisa saja masalah itu adalah masalah Nasional dan tidak mungkin dengan semudah membalikkan telapak tangan mampu mengatasinya, apalagi dengan target 100%. Berangan-angan bak penjual es campur, sambil mengelap ingusnya karena kena flu membayangkan kalau dagangannya habis kapan bisa membeli 1 kijang Inova. Tetapi biasanya, visi misi dan program kerja dengan target hasil pembodohan ini cenderung menjadi idola balon kepala daerah serta cenderung diminati masyarakat banyak yang mudah berpikir memperoleh perubahan atau kebahagiaan secara instan. Ketiga, Visi Misi Kerja Keras. Seyogyanya, balon kepala daerah mampu merumuskan visi misi dan program kerja simpel, mudah dimengerti, tidak bombastis, dan sesuai kebutuhan hakiki masyarakat terkini. Contoh saja, masyarakat kesusahan mendapatkan pupuk, maka balon kepala daerah mebuat program kerja pelatihan masyarakat petani untuk membuat pupuk seperti kompos dan lain sebagainya. Ada ilmu, ada keterlibatan aktif dan waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama membuat perubahan sehingga hasilnyapun dapat dinikmati segera khususnya dalam kurun waktu 5 tahun masa jabatan seorang kepala daerah. Tentu saja ada perencanaan yang kental dengan nuansa keberpihakan kepada wong cilik khususnya pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sandang, pangan , papan, pendidikan dan keamanan. Kebersamaan menjadi idola visi misi dan program kerja model ini, sesungguhnya memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama dalam membangun diri dan daerahnya serta bukan terpusat kepada kekuatan olah pikir dan karya dominan pemerintah maupun penguasa lainnya.Yang terpenting dari wujud sebuah visi misi, adalah cara kerja atau pola penerapannya. Disisi ini biasanya balon kepala daerah kesulitan menentukan metode kerja terutama dalam pengarusutamaan peran masyarakat. Seperti kata Ted Gaebler dalam Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi), kedudukan pemerintah bukan sebagai nahkoda tetapi sudah membaur bersama pengayuh / pendayung perahu menuju cita-cita atau tempat yang akan dituju sesuai keinginan masyarakatnya. Pertanyaan Rahasia yang harus diamati keberadaannya dalam suatu visi misi, adalah siapa yang memulai bekerja mencapai visi misi, program kerja yang bagaimana yang dikerjakan masyarakat, dari mana masyarakat mulai bekerja membangun termasuk pemerintah, program kerja seperti apa saja yang akan dikerjakan, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakannya. Kelima hal ini seharusnya menjadi kunci inggris bagi kesuksesan pencapaian suatu visi misi, jika tidak, mustahil.

1 comment :

Anonymous said...

Emang kalau yang namanya partai politik ya gitu tu....gak tau enak...ehhhh kurang enak aja....