ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Monday 22 December 2008

Wewenang Mahkamah Konstitusi

Banyak kasus melanda Pemilihan Kepala Daerah, baik di level Gubernur, Bupati maupun Walikota, menyentak masyarakat hukum termasuk masyarakat awam. Sebahagian memandang MK memandang sebelah mata KPU dan KPUD termasuk PANWASLU, karena mereka menduga MK telah melampau kewenangannya. Tertarik hal itu aku coba buka www.mahkamahkonstitusi.go.id ternyata aku mendapatkan pembelajaran yang begitu mengejutkan. Ketua Mahkamah Konstitusi mengatakan : “Dalam perkara perselisihan hasil pemilu, wewenang Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa dibelenggu hanya untuk menghitung suara,” tegas... Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam acara Diskusi Tokoh bertema “Refleksi Penyelenggaraan Pemilu dan Mekanisme Demokrasi Setelah Perubahan UUD 1945”, Senin (22/12), di Aula Gedung MK.Mahfud menambahkan, lebih dari itu MK wajib mencari keadilan atas pelanggaran prinsip-prinsip Pemilu yang demokratis, jujur dan adil. ”MK memang tidak boleh mengadili pelanggaran Pemilu. Namun ketika MK melihat adanya prinsip yang dilanggar dalam pelaksanaan Pemilu, MK akan mengadilinya.”Apakah tindakan MK yang melebihi kewenangannya ini bisa dikatakan benar? Mahfud menjelaskan selain sebagai corong hukum, hakim pun bisa menjadi penemu hukum. ”Nah, saat ini MK hendak melihat fungsi pengadilan dalam tataran yang progresif. Jadi, saya kira, kita perlu melakukan penerobosan hukum untuk membangun hukum di Indonesia. Asalkan tidak bertentangan dan tidak curang dengan hukum,” pungkas Mahfud. Informasi yang ditampilkan sungguh membelalakkan mata, sehingga pola pikir orang singkat mengatakan ada jalan terakhir memperoleh kemenangan di Mahkamah Konstitusi. Apapun ceritanya, saya tidak memahami masalah hukum....mungkin itulah yang terbaik...any comment ? Namun ada komentar lain oleh mantan Hakim Konstitusi. Perlu juga disimak sebagai pembelajaran dari orang yang memang bidangnya dan menguasainya. Ada tiga macam pelanggaran di dalam proses pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), yaitu, pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana, dan pelanggaran perolehan suara. Demikian disampaikan Prof. H.A.S. Natabaya, mantan Hakim Konstitusi yang bertindak sebagai Ahli dari Termohon KPUD Bengkulu Selatan (Bengsel) di sidang perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Bengsel, Senin (22/12). Lanjut Natabaya, permasalahan yang berkembang dalam perkara ini terkait dengan pelanggaran Pasal 58 huruf f Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang termasuk dalam ranah pelanggaran administratif. Seperti diketahui sebelumnya, Pemohon mempermasalahkan keikutsertaan H. Dirwan Mahmud sebagai kontestas dalam Pemilukada Kabupaten Bengsel karena diduga pernah menjalani hukuman penjara selama tujuh tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Pemohon menganggap pihak KPUD Bengsel telah melanggar Pasal 58 huruf f UU Pemda yang melarang terpidana hukuman penjara lebih dari lima tahun atas putusan pengadilan yang berkekuatan tetap menjadi calon dalam proses pemilukada.

Kuasa Hukum Pihak Terkait (Pemenang Pemilukada versi Keputusan KPUD), Artaria Dahlan, mempertanyakan adakah kemungkinan dilakukannya penuntutan di MK sehubungan dengan adanya fakta bahwa Pasangan Calon H. Dirwan Mahmud dan H. Hartawan (pemenang) telah lolos dalam seleksi sebelum putaran I dimulai, lalu dipermasalahkan oleh pasangan calon yang lain setelah putaran II selesai. Menjawab hal tersebut, Natabaya menjelaskan, “kalau mengenai perolehan suara, boleh saja dipermasalahkan. Kalau dia (Pemohon) mempersoalkan mengenai tidak memenuhi syarat, maka itu harus (diselesaikan di) kamar (pengadilan) yang lain juga.”

Manakala seorang calon kontestan pemilukada tidak memenuhi syarat, sambung Natabaya, bukan wewenang MK untuk memeriksanya, namun menjadi kewajiban KPU untuk menganulir karena lalai atau keliru dalam mengeluarkan putusan. “Kalau pelanggaran pidananya itu mengakibatkan terpengaruhnya hasil suara, maka itu adalah kewenangan MK,” papar Natabaya.

Selain mendengar keterangan Ahli Pihak Terkait, sidang yang dilanjutkan keesokan harinya itu juga mengdengar keterangan saksi Termohon dan saksi Pihak Terkait serta pengesahan alat bukti. Sebelum menutup persidangan, Ketua Panel Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati meminta masing-masing pihak menyerahkan kesimpulan paling lambat Rabu (24/12) sore. Sidang berikutnya digelar Jumat (9/1/2009), pukul 14.00 WIB dengan agenda Pembacaan Putusan. (Yogi Djatnika)

No comments :