
Melihat sejarah, pada masa Agresi Militer I tanggal 6 Juli 1947 Belanda telah menguasai Sumatera Timur dan untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadapi perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli saat itu Dr. Ferdinand Lumbantobing, selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli, menetapkan Keresidenan Tapanuli menjadi 4 (empat ) Kabupaten yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang dan Kabupaten Silindung. Kemudian ketika kita membaca ulang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang Kabupaten / Kota pembentuk Provinsi Sumatera Utara yang diundangkan pada tanggal 24 Nopember 1956; terdapat 17 Kabupaten / Kota yang mendukung Provinsi Sumatera Utara yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Tengah , Aceh Selatan, Taput, Tapsel, Nias, Langkat, Karo, Deli Serdang, Simalungun, Asahan dan Labuhan Batu.
Pada waktu kemajuan daerah dan tuntutan pengembangan Pemerintahan dirasa mendesak sampai melewati masa penjajahan Belanda dan Jepang, Kabupaten Tapanuli Utara memekarkan diri menjadi Kabupaten Tobasa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat. Kemudian dengan cepatnya alih teknologi, semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat serta dukungan peraturan perundang-undangan baik melalui UU 5 Tahun 1974, UU 22 Tahun 1999 maupun UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; muncullah keinginan untuk membentuk satu wilayah Pemerintahan baru yaitu Provinsi Tapanuli. Wacana pembentukan Provinsi Tapanuli terus berkembang melalui berbagai proses pengamatan, pengkajian serta perdebatan yang telah mengarah ke substansi layak tidaknya Provinsi Tapanuli dibentuk. Wacana ini terus mengemuka selain keinginan untuk menjadikan daerah-daerah pemekaran Kabupaten Tapanuli pada masa UU Nomor 7 Tahun 1956 sebagai daerah inti pembentuk Provinsi Tapanuli, beberapa Kabupaten Kota seperti Tapsel, Tapteng, Sibolga, bahkan Nias juga didaulat untuk bergabung.
Kajian untung – rugi yang dilontarkan para pakar, politisi, spekulan dan beberapa orang yang berkentingan sudah terasa sengit mengudara sehingga mau tidak mau Pemerintah Provinsi Sumatera ‘terpojok’ untuk segera menyikapinya. Namun sebelumnya, dirasa penting mengutarakan bahwa ‘celotehan’ ini tidak memiliki muatan apapun hanya ingin melihat dan menyajikan data beberapa daerah yang diwacanakan orang banyak untuk membentuk Provinsi Tapanuli dan pada akhirnya setiap individu merdeka menarik kesimpulannya. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada beberapa penjelasan ayat di Pasal 5 mengatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan dalam pembentukan daerah yaitu syarat administratif, syarat teknis dan syarat fisik. Pada syarat administratif dikatakan dalam pembentukan daerah harus ada persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah Provinsi, adanya persetujuan DPRD dan Gubernur Provinsi induk, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Pada syarat teknis mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan faktor fisik adalah paling sedikit terdapat 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi.
Walaupun Peraturan Pemerintah yang bernafaskan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemekaran Daerah belum terbit, Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 yang mengacu ke UU 22 Tahun 1999 sepertinya masih digunakan dalam berbagai proses pemekaran daerah termasuk untuk membidani pembentukan Provinsi Tapanuli. Namun demikian hal tersebut tidak menjadi masalah selagi tidak bertentangan dengan UU 32 Tahun 2004 dan peraturan perundangan lainnya. Wacana pembentukan Provinsi Tapanuli yang dibentuk oleh beberapa kabupaten/kota hasil pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara, Tapsel, Tapteng, Sibolga, dan Nias ( seperti wacana yang berkembang ) dapat dikaji dari sebahagian indikator pemekaran daerah seperti beberapa syarat dalam UU 32 Tahun 2004 yaitu indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi, PDRB atas harga berlaku, PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Luas Wilayah, Jumlah Rumahtangga, Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2004 Penerimaan Keuangan, serta berbagai bentuk dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Jika melihat Laju Pertumbuhan Ekonomi atas dasar harga konstan pada tahun 2004, dari 9 daerah yan diwacanakan membentuk Provinsi Tapanuli, hanya Sibolga, Samosir, Pakpak Bharat dan Dairi yang berada diatas rata-rata laju pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara 5,74 sedangkan 5 daerah lain masih dibawah nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan laju pembangunan perekonomian di beberapa daerah masih meninggalkan beban berat bagi Pemerintah Daerah untuk memacu pengembangan perekonomian secara global pada tingkat sebuah Provinsi baru. Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salahsatu indikator kegairahan berbagai industri perdagangan dan tingkat perputaran uang d suatu wilayah. Walaupun ada 5 daerah yang laju pertumbuhan ekonominya dibawah laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara, namun secara keseluruhan kesembilan daerah tersebut (selanjutnya disebut Provinsi Tapanuli ) jika bergabung, masih memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari Provinsi Sumatera Utara.
Pada data yang ditunjukkan dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku PDRB Provinsi Sumut adalah 118.100,51 Milyar sedangkan Provinsi Tapanuli sebesar 13.251,13 Milyar atau sekitar 11,2 persen dari PDRB Provinsi Sumut. Demikian juga jika ditinjau PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku Provinsi Sumut sekitar Rp. 9.741.566 sedangkan Provinsi Tapanuli sebesar sekitar Rp. 7.191.430,33 dan jelas terlihat dari 9 daerah tidak satupun yang PDRB nya diatas rata-rata PDRB Provinsi Sumut. Hal inipun menjadi pemikiran dan konsentrasi penuh bagi daerah baru untuk memacu peningkatan PDRB sebagai salahsatu indikator kemajuan pembangunan daerah. Jika melihat kondisi ini Provinsi Tapanuli yang hanya di bentuk 9 daerah dibanding Provinsi Sumut yang dibentuk 16 daerah dipandang cukup strategis sebagai wilayah pengembangan dan penataan kota secara dini. Kondisi 9 daerah yang hanya memiliki 1 kota sebagai mayoritas daerah pengembangan (mungkin kurang tepat jika disebut daerah pinggiran / tertinggal) akan lebih mudah ditata sedemikian rupa mendahului konsep Kota Mega Metropolitan yang lagi hangat didengungkan untuk kawasan Jabotabek serta Kota Medan sendiri. Kalau melihat Provinsi Sumatera Utara yang di support oleh daerah-daerah kota industri perdagangan yang banyak menyumbangkan pendapatan daerah, tentu Provinsi Tapanuli hanya bisa ‘geleng-geleng kepala’ saja melihat kekurangan dirinya.
Provinsi Tapanuli akan memiliki luas wilayah 26.549,95 Km² dibanding Provinsi Sumut dengan luas 45.130,89 Km² dipandang cukup strategis dengan topografi perbukitan didukung 115 Kecamatan ( Provinsi Sumut menjadi 228 ) merupakan wilayah potensial khususnya untuk pengembangan pertanian dan pariwisata. Untuk kedepan Provinsi Tapanuli memiliki prospek luarbiasa karena banyaknya proyek-proyek raksasa yang sedang dibangun serta banyaknya Investor-investor asing melalui perusahaannya mengeksploitasi berbagai kekayaan Sumber Daya Alam yang dimiliki Provinsi Tapanuli, jika di manage secara profesional. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah dari 441.194 rumahtangga di Provinsi Tapanuli (Sumut 2.263.998 rumahtangga) terdapat 407.210 orang penduduk miskin. Penduduk miskin di Provinsi Tapanuli ini jauh lebih sedikit dari penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara 1.392.890 orang. Walaupun persentasi penduduk miskin Provinsi Tapanuli sekitar 29,23 % dibanding Provinsi Sumatera Utara, hal ini cukup merepotkan Provinsi Tapanuli jika nanti tidak diupayakan pengentasannya melalui peningkatan sumberdaya manusia, lapangan kerja dan kesehatan individu.
Indikator lain yang tak kalah pentingnya adalah sumber dana penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Menurut Buku Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2006, Penerimaan anggaran / dana Provinsi Sumatera Utara sebesar 6.928,3 Milyar dan 1.649,7 Milyar diantaranya merupakan anggaran untuk Provinsi Tapanuli. Jika dicermati dengan sekitar 1,6 trilyun rupiah anggaran yang diperuntukkan bagi 9 daerah kabupaten/kota pembentuk Provinsi Tapanuli, ini sangat minim dan cukup sulit menjaga stabilitas pembangunan daerah baru. Dari beberapa indikator yang ditampilkan diatas masih ada yang menjadi pertanyaan mendasar untuk mengawali pemikiran membentuk Provinsi Tapanuli, yaitu sampai sejauhmana keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjawab tuntutan pembentukan Provinsi Tapanuli. Jika memperhatikan salahsatu syarat pembentukan sebuah provinsi baru katakanlah syarat pembentukan Provinsi Tapanuli harus ada persetujuan Gubernur Sumatera Utara secara tertulis dan persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Utara selain dibutuhkan rekomendasi serta persetujuan dari setiap Bupati/Walikota/DPRD pembentuk Provinsi Tapanuli. Rekomendasi dan persetujuan ini adalah kacamata awam melihat keseriusan serta kepastian suatu daerah bergabung membentuk Provinsi Tapanuli. Jika hal ini tidak secara awal disikapi, khawatir hanya proses politis saja yang sibuk bergulir tanpa diserta proses administrasi pemenuhan syarat-syarat yang mutlak harus ada.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pernah menurunkan Tim survey pengumpulan data serta studi kelayakan pembentukan Provinsi Tapanuli yang terdiri dari para ahli dari PT. Surveyor serta kalangan kampus, namun katanya pembentukan Propinsi Tapanuli untuk saat ini belum layak. Namun menurut informasi yang layak dipercaya saat sekarang ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menurunkan Tim Khusus untuk mengkaji ulang kelayakan pembentukan Provinsi Tapanuli, paling tidak hal ini menyegarkan berbagai kalangan yang ingin rekomendasinya berubah 180 derajat dari hasil penelitian yang pertama. Ada lagi kekesalan sebahagian kalangan birokrat dan pengamat sosial politik kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada saat aspirasi pembentukan Provinsi Tapanuli deras mengucur, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ‘terlupa’ menganggarkan proses pembentukan pembentukan Provinsi Tapanuli di APBD Propinsi Sumatera Utara. Padahal wujud keseriusan Provinsi dalam hal pembentukan Provinsi Tapanuli terwujud pada adanya anggaran untuk membiayai proses pembentukan Provinsi Tapanuli. Namun berpikir positif sajalah akan dianggarkan dalam Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara nanti.
Inilah sedikit gambaran dari Provinsi Tapanuli yang ingin diwujudkan oleh para pemrakarsa pemekaran Provinsi Sumatera Utara. Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi para pemrakarsa serta pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli, setidaknya masing-masing individu termasuk Kabupaten / Kota bisa menilai secara dewasa ditinjau dari berbagai indikator yang ada serta kajian politis bila Provinsi Tapanuli terbentuk kira-kira daerahnya akan dibawa kemana. ( Penulis adalah Sekretaris Ikatan Alumni Pendidikan Pamong Praja Kab. Dairi – Pakpak Bharat, Dosen Pengajar UPMI Medan )
No comments :
Post a Comment