ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Tuesday 6 November 2007

Tamu di rumah Sendirim bingung !

Amalisa Jabatan (Job Analysis) merupakan suatu proses penggambaran dan pencatatan informasi mengenai prilaku dan kegiatan pekerjaan. Umumnya, informasi yang digambarkan atau di catat mencakup suatu pekerjaan, kewajiban atau kegiatan utama yang harus dilakukan si pelaku pekerjaan (pejabatnya), syarat-syarat dilakukannya pekerjaan tersebut, dan kriteria apa yang di pandang cocok bagi orang yang akan menjalankan pekerjaan itu.

“Ah, bagus juga konsepnya, pikirku dalam hati. Mandi dulu ah...” ungkapku sambil menutup buku Carole Hyatt dan Linda Gottlieb yang judulnya ‘Bila Orang-Orang Piawai Gagal’. Segar badanku sekitar sekitar 10 (sepuluh) menitm di kamar mandi, letih, kucoba menghidupkan TV dan tertarik aku dengan dialog atau diskusi di siaran TV AnU. Permasalahan yang di kaji seputar penempatan Pehawai Negeri Sipil yang masih menganut manajemen tradisional yang katanya menggunakan barometer kedekatan sebagai syarat utama promosi jabatan. “Wah, asik juga nih”, pikirku.

Pembicara yang dari kalangan Kampus mempermasalahkan mengapa di lingkup birokrasi pemerintahan masih enggan mencontoh manajemen modern seperti banyak diterapkan pada dunia usaha modern; singkat cerita, mengapa mereka alumni kampus sering diberi tugas pada tempat yang tidak ia mengerti atau bukan latar belakang ilmu yang dipelajari di kampus.

Pengamat yang satu lagi, sepertinya dari kalangan Pejabat mengatakan : memang kecendrungan di daerah-daerah terutama dilingkungan Pegawai Negeri Sipil , para Top Manager apakah Gubernur, Walikota atau Bupati sering “lupa” pada praktek penempatan aparatur yang tidak sesuai dengan latarbelakang pendidikannya. Hingga hal ini banyak menimbulkan frustasi yang hebat dikalangan aparatur. Bagaimana tidak, bidang kerja yang sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya dikerjakan atau dijabat orang lain yang sama sekali budan bidangnya atau dari disiplin ilmu yang berbeda/tidak sesuai. Jadi ketidakjelasan promosi jabatan dalam suatu unit kerja jelas melemahkan motivasi kerja staf, ini dikarenakan yang ada dalam pikirannya setelah jabatan ini tidakk jelas promosi jabatan selanjutnya. Begitu uraian panjang yang disampaikan dari kalangan Birokrasi di atas.

“Wah, ada betulnya juga sih. Kubayangkan jjika aku lulusan Sarjana Hukum kemudian di lantik menduduki jabatan di Dinas Pertanian, kan ‘gak adil jadinya dengan para pegawai lulusan Sarjana Pertanian. Otomatis aku aakan bingung dan terpaksa mempelajari bidang tugas yang sama sekali baru bagiku atau tidak sesuai dengan “nafas” pendidikanku. Alternatif hanya dua, aku dapat mengetahuinya tapi kurang menjiwai atau aku tidak paham sama sekali . Proses ini tentunya akan memakan waktu dan kurang efektif di banding yang berlatar belakang pertanian yang menduduki jabatanku. Berarti salah dong praktek yang cenderung dilaksanakan para Kepala Daerah yang cenderung “sesuka hatinya” menempatkan orang dalam suatu jabatan.

Kulihat tiba-tiba moderator menghentikan diskusi karena ada telepon masuk : “Haloo...dari siapa ini ....Silahkan Pak, apa yang ingin disampaikan” tegas moderator...”Begini Pak, saya masih melihat kuatnya unsur KKN dan NKK (nolong kawan-kawan) dalam mempromosikan seseorang untuk menduduki suatu jabatan, bagaimana cara mengikisnya?” singkat pertanyaan penelepon tadi. Analis dari kampus angkat bicara menanggapi, katanya faktor dominan dalam mendudukan seseorang pada suatu jabatan oleh para Kepala Daerah dan atau Top Birokrat kebanyakan adalah: pertama, dengan memperhatikan kedekatan orang pada dirinya termasuk faktor kesamaan pendidikan (almamater), kesamaan budaya (suku, marga, asal daerah) dan hubungan emosional pada lingkungan kerja. Faktor kedua adalah adanya “tanda terima kasih” yang merupakan “sogok” agar dirinya (yang menyogok) dapat diangkat dalan suatu jabatan tertentu termasuk didalamnya terjadinya “MoU Sesat” yang tidak tertulis dimana isinya memuat kesepakatan pemberian upeti rutin setelah nanti dia (yang menyogok) duduk dalam suatu jabatan. Kemudian faktor ketiga adalah adanya pertimbangan dna studi kelayakan terhadap seseorang berdasarkan kesesuaian latar belakang pendidikan dengan pekerjan atau jabatan, pangkat, golongan serta pengalaman kerja.

Dari ketiga faktor di atas, faktor pertama dan kedua acap kali menjadi “Renstra” (rencana strategis) para Gubernur, Bupati atau Walikota dalam penyelenggaraan mutasi serta promosi jabatan dilingkungan kerjanya. “Ck...ck...ck.., hebat betul kajian orang ini” pikirku dalam hati sambil terus mulutku mencicipi Kopi Sidikalang yang harum dan sedap. Kulihat dari kalangan Pejabat mulai angkat bicara membela diri. “Ah, tidak selamanya kerja dengan mengikuti faktor pertama diatas menyalahi” ungkapnya. Bagaimana mungkin saya menempatkan seseorang jika saya tidak mengenalnya dan apabila ada kawan saya atau keluarga saya yang dipandang mampu serta berprestasi, apakah saya salah jika saya promosikan?” serius dia membela diri.

Betul juga juga sih, kalau kupikir-pikir seandainya memang betul kawan atau keluarga kita mampu dan berprestasi apa layak dikatakan perbuatan KKN atau NKK? Tidak juga sih ! Kalau faktor kedua itu ... ya memang dari segi manapun dipandang pasti salah, apalagi dilihat dari sumpah/janji jabatan yang tidak menerima sesuatu atau pemberian berupa apa saja yang di duga aatau patut dapat mengira bahwa ia bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan pekerjaan atau jabatan kita. Tapi kecendrungan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, faktor pertama ini sering disalahartikan yang kemudian diiringi faktor ke dua yang kita kenal dengan tindakan salah prosedur.

Ngantukpun aku..., kumatikan TV... jalan-jalan aku ke kantin kantorku. Banyak orang pikirku, ngapain udah sore masih mejeng di kantin....ada yang main kartu, ada yang bengong sendirian, ada juga yang plotot-plototan serius bicara.... “Oi...Ucok, ngapainnya...serius kali.. ?!” tanyaku bersemangat pada kawanku Ucok yang kelihatan paling serius diantara semuanya. “Masalah mutasi nih, isunya dalam waktu dekatkan ada mutasi di kantor kita ini, gimana sih kuper banget !” teriaknya kepadaku selayang. He...he...he..., memang sih dalam waktu dekat ada kabar mau mutasi besar-besaran...tapi apa masalahnya kok serius kali, pikirku. Selidik demi selidik rupanya mereka membicarakan peran Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) yang dipandang strategis menentukan karir seseorang sebagai PNS. Ini disebabkan karena usulan-usulan promosi jabatan seseorang kepada pimpinan dimatangkan dalam BAPERJAKAT. Kalau di kaji-kaji, mana mungkin pimpinan kenal secara mendetail pola prilaku maupn kinerja staf bahkan nama orangnya sekalipun, belum tentu dia tau. Oleh karena itu BAPERJAKAT-lah yang bertugas merumuskannya.

Ah, pusing kepalaku mikirinya...tadi di TV orang bicara mutasi trus di kantinpun juga bicara mutasi....pamitlah aku dari kantin...kuayunkan langkahku meninggalkan kantin yang sangat berjasa bagiku saat-saat tiba perut keroncongan...sampai di rumah kulemparkan badanku di kasur, kupeluk bantal guling, kupejamkan mata....mudah-mudahan jadi presiden, mimpiku.

No comments :