ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Thursday 20 March 2008

Parpol Jangan Sombong

“CALON INDEPENDENT, MEMAKSA PARPOL BERBENAH DIRI DAN TIDAK SOMBONG LAGI”

Siang itu, bertempat di Gedung Wakil Rakyat / DPRD Kabupaten Dairi, Tim KIRANA diturunkan untuk mewawancarai Drs.Pasiona M. Sihombing. MBA (Anggota DPRD Kabupaten Dairi dari Fraksi PDI-P). Hal menarik yang mendorong Tim KIRANA ‘melawat’ Gedung DPRD Kabupaten Dairi, karena demam Pemilu Kepala Daerah khususnya pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang akan digelar 16 April 2008. Sehari sebelumnya telah disepakati wawancara dilaksanakan di gedung DPRD Kabupaten Dairi, pukul 13.00 WIB, namun karena kesibukan tugasnya, wawancara akhirnya terlaksana pukul 13.30 WIB. Berikut petikan hasil wawancara dan investigasi KIRANA dengan topik PILKADA.

Kirana

:

Apa makna Pemilu Kepala Daerah di mata Bapak ?

Pasiona

:

Pembelajaran politik kepada masyarakat dan elit partai. Masyarakat dapat menilai secara langsung kualitas dan kualifikasi calon kepala daerah yang akan memimpin mereka. Di sisi lain, parpol juga harus jeli dalam menentukan balon kepala daerah, agar layak ‘jual’ di mata masyarakat

Kirana

:

Seberapa pentingkah Pilkada untuk daerah ?

Pasiona

:

Ya sangat penting, karena ada formulasi antara calon untuk menghindari munculnya konflik. Pilkada sangat penting, sebab lima tahun kedepan kemajuan maupun kemunduran pembangunan di daerah dipertaruhkan.

Kirana

:

Bagaimana tanggapan Bapak tentang pembatasan periode bagi seorang kepala daerah yang hanya boleh dua kali menjadi Bupati/Walikota atau Gubernur ?

Pasiona

:

Setuju. Selain untuk mempersempit peluang munculnya KKN (Korupsi, Kolusi & Neppotisme, red), juga menghindari efek kejenuhan serta menilai kepala daerah yang tidak berprestasi sama sekali.

Kirana

:

Apakah menurut Bapak, ini tidak diskriminatif terhadap peluang munculnya pemimpin yang potensial di mata masyarakat dan daerahnya ?

Pasiona

:

Tidak dong. Ini untuk regenerasi (pergantian generasi / penerus, red) untuk yang potensial, kan bisa naik menjadi gubernur atau yang lainnya.

Kirana

:

Mengenai Pemilu Gubsu 2008 ini, apakah Bapak melihat peluang-peluang “terbunuhnya” demokrasi, karena calon independen tidak ikut serta, walaupun Mahkamah Konstitusi telah cukup lama mengamanatkannya ?

Pasional

:

Saya sangat kecewa, karena elit-elit politik di pusat tidak serius membahasnya.

Kirana

:

Apakah Bapak sependapat keterlambatan proses ini mengisyaratkan kurangnya perhatian atau resppon dari para Anggota DPR Republik Indonesia?

Pasiona

:

Ya, saya sangat sependapat.

Kirana

:

Kira-kira apa alasannya ?

Pasiona

:

Tentu saja karena mereka masih ingin berkuasa.

Kirana

:

Apakah maksud Bapak, dengan adanya calon independent maka orang akan berusaha sendiri tanpa harus maaf , “membeli” kapal dari partai politik ?

Pasiona

:

Tentu saja demikian, tapi bukan dikatakan membelilah….tetapi harus ada cost politik (biaya/pengeluaran dalam politik) sebagai kompensasi fasilitas yang diperoleh Balon.

Kirana

:

Di Kabupaten Dairi, ‘demam’ Pemilu Kepala Daerah seperti Pemilu Gubsu dan Pemilu Bupati Dairi terasa menggema. Menurut Bapak, mana yang lebih terasa gaungnya di Kabupaten Dairi ? Mengapa ?

Pasiona

:

Saya lihat Pemilu Bupati Dairi. Mungkin karen jumlah Pemilih di Kabupaten Dairi yang relatif kecil sekitar 178.000 orang, sehingga kurang menarik bagi calon-calon Gubsu.

Kirana

:

Bapak sebagai anggota DPRD juga sebagai anggota Partai Politik. Sebagai anggota Partai Politik, makna positif dan makna negatif apa yang Bapak lihat dengan munculnya calon independen jika dibandingkan dengan calon kepala daerah yang diusung partai politik ?

Pasiona

:

Bagus, calon independen akan membuat partai berbenah diri dan tidak sombong lagi. Berbenah diri artinya lebih memperkuat barisan dan lebih selektif memilih bakal calon kepala daerah, karena jika tidak maka calon akan kalah dan berdampak negatif bagi partai pengusungnya. Makna negatif, menurut saya, blok-blok atau pengkotak-kotakan dalam masyarakat akan lebih terlihat jelas.

Kirana

:

Contohnya ?

Pasiona

:

Ada blok marga, suku, organisasi dan lainnya.

Kirana

:

Seandainya Bapak sebagai diposisi anggota DPRD Kabbupaten Dairi, suatu saat ada masyarakat yang bertanya siapa calon Gubernur Sumatera Utara yang harus dipilihnya, apakah Bapak mau menjelaskan calon lain selain dari yang diusung Partai Bapak ?

Pasiona

:

Tidak, saya akan tetap mengatakan dukung ******* (sensor, tidak ditampilkan, red) karena itu amanat Partai saya.

Kirana

:

Berarti Bapak tidak netral, bukankah sebagai wakil rakyat, Bapak harus memandang sama semua masyarakat Kabupaten Dairi ?

Pasiona

:

Harus. Selama sistem kepartaian kita masih mengenal recall (penarikan anggota Partai Politik yang duduk di legislatif / dipecat). Jika tidak, bagaimana mungkin anggota DPRD bersikap netral sebagai wakil rakyat, karena kepentingan Partai akan dipertaruhkan dengan berbagai akibatnya.

Kirana

:

Apa yang perlu Bapak sampaikan kepada masyarakat untuk suksesnya Pemilu Gubernur Sumatera Utara dan Pemilu Bupati Dairi ?

Pasiona

:

Kepada calon kepala daerah, tetaplah membangun situasi yang kondusif, jangan saling memburukkan orang lain apalagi melakukan pembunuhan karakter yang lainnya. Kepada masyarakat, jangan terpengaruh dengan uang, karena masa depan daerah, masa depan Kabupaten Dairi adalah tanggungjawabmu juga. Kemudian kepada seluruh PNS Kabupaten Dairi agar bersikap maupun berbuat netral, baik dalam pemilu Gubsu maupun Pemilu Bupati Dairi.

Wawancara selesai, Kirana disuguhi kopi ginseng, dan melanjutkan perbincangan membahas Majalah Kirana yang sangat minim mengekspose kegiatan DPRD Kabupaten Dairi. Kirana menyampaikan bahwa sudah sejak lama, pihak Kirana meminta Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi mengirimkan data-data atau bahan agar kegiatan DPRD terekspose, namun sampai sekarang keinginan itu masih terabaikan. Sesaat kemudian, Drs. Bernat Meka (Anggota DPRD dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru) bergabung dengan kami dan mengobrol. Tanpa membuang kesempatan menggali berbagai informasi dengan anggota DPRD yang dikenal ‘vokal’ ini, Kirana mempersiapka beberapa pertanyaan, berikut petikannya :

Kirana

:

Bagaimana tanggapan Bapak tentang pemerintahan kita ?

Meka

:

Pemerintahan kita payah.

Kirana

:

Maksud Bapak ?

Meka

:

Profesional tidak mendapat tempat, yang berperan paranormal.

Kirana

:

Contohnya ?

Meka

:

Lihat saja saat pergantian jabatan, ada saja yang di rubah, mulai bentuk dan warna ruangan, banyaknya pintu dan lainnya .

Kirana

:

Bagaimana dengan pola pengambilan-pengambilan kebijakan ?

Meka

:

Jika tidak profesional, yang diutamakan emosi bukan nalar. Pengendalian emosi tidak akan dimiliki. Saya tidak kagum lagi melihat sarjana-sarjana jaman sekarang ini, yang sangat mudah mendapatkan gelar.

Kirana

:

Apa tanggapan Bapak tentang munculnya calon independent ?

Meka

:

Saya sangat setuju ?

Kirana

:

Alasannya ?

Meka

:

Karena mentalitas Partai Politik bobrok, jadi diperlukan sistem yang baru agar Partai Politik mau belajar dewasa.

Kirana

:

Bagaimana tanggapan Bapak tentang adanya anggota DPR RI yang mengembalikan uang imbalan jasa legislasi Undang-Undang, bahkan sebahagian membagi-bagikannya dengan korban bencana alam ? Apakah itu tidak berarti kampanye ?

Meka

:

Jelas saya katakan itu kampanye.




Wawancara terhenti dan berlanjut kepada diskusi yang off the record (tidak boleh dipublikasikan) karena sudah menyangkut politik praktis dan menyerempet dengan kebijakan-kebijakan Pemerintahan. Terasa akrab, wawancara maupun diskusi yang dilakukan berdua ditambah munculnya Anggota DPRD, Mey Herry Parasian Habeahan S,.Sos. menambah hidupnya suasana. Setelah wawancara maupun diskusi selama lebih kurang tiga jam, sekitar pukul 16.00 WIB Tim Kirana pamit dari ruang DPRD. (Sari & K-8)

No comments :