ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Monday 26 May 2008

Balon Wakil Kepala Daerah Pembawa Sial

Demam kemunculan artis bintang sinetron maupun vokalis music dilamar menjadi wakil kepala daerah di tingkat apapun, sepertinya mengimajinasi orang-orang yang merasa dirinya tak kalah dibanding artis. Perbedaannya, seorang artis sudah dikenal masyarakat umum dan banyak yang telah menorehkan simpati bahkan jauh lebih dari itu menjadi fans, idola yang melekat di hati. Masyarakat tidak melihat apakah seorang artis memahami urusan birokrasi dan pemerintahan pada saat mencoblos tanda gambarnya. Dalam hati masyarakat, terpatri rasa suka dan secara positif mengeneralisasikan seluruh kemampuan pasti ada bersama diri seorang idola, seperti artis. Artis yang tampil di kancah Pilkada, cenderung seorang artis yang dalam karir sinetronnya memerankan tokoh baik hati, baik budi, penolong, ramah dan dewasa. Belum pernah artis yang memerankan tokoh pembunuh, pemerkosa, pencuri, koruptor atau seseorang yang kejam, muncul dilamar menjadi wakil kepala daerah atau kepala daerah sekalipun.


Fenomena ini menunjukkan, khas balon wakil kepala daerah yang dilamar bukanlah hal sepele untuk menghantarkan seseorang menduduki kursi kepala daerah serta menjadikan balon wakil kepala daerahnya sebagai vote getter (mesin pengumpul dukungan/suara). Bahkan bisa sebaliknya, kharisma seorang balon kepala daerah yang sudah di puja masyarakat menjadi hancur ketika melihat balon wakil kepala daerah yang mendampinginya.


Tampaknya, era baru-baru ini, para balon kepala daerah yang akan maju pada Pilkada sekitar Oktober nanti, perlu hati-hati memilih balon wakil nya. Kebanyakan daerah, sosok balon wakil kepala daerah dipilih untuk memperoleh simpati masyarakat adat, masyarakat agama tertentu, masyarakat budaya tertentu, atau masyarakat golongan tertentu yang dianggap memiliki kharisma dan pengikut banyak (signifikan). Tidak jarang, kalangan birokrat dipandang sebagai pilihan terbaik karena lebih memahami birokrasi dan di mata masyarakat yang namanya PNS ataupun yang berbau pemerintah termasuk kalangan DPRD dan pensiunan TNI/POLRI masih menjadi pekerjaan “hebat” yang diidolakan. Namun, jika seorang balon kepala daerah tidak jeli melihat kualitas orang birokrasi yang akan didaulat menjadi balon wakil nya, tentu kapalnya akan karam. Balon kepala daerah boleh saja mencoba menampilkan bakal calon pendampingnya kepada masyarakat untuk menjaring komentar atau mendengar suara, apakah balon wakil kepala daerahnya cukup menjual. Tetapi jika tidak, sangat bijaksana di ganti sajalah.


Balon kepala daerah harus mampu mencari jawab beberapa pertanyaan jika ingin merangkul kalangan birokrasi atau sejenisnya menjadi balon wakil kepala daerah-nya. Pertama : Apakah ia sebagai seorang PNS atau Pensiunan TNI/POLRI atau DPRD (disingkat : mereka) yang berprestasi dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik ? Maksudnya, ketika ia aktif atau masih menjabat dengan jabatan yang diembannya, tanyalah kepada stafnya atau kepada masyarakat, apakah ia seorang yang bijaksana, penyabar, punya kreatifitas dan loyal atau berani membela stafnya. Kalau jawabnya tidak, ini adalah kasus pertama yang menurunkan popularitas seorang balon kepala daerah. Karena, mereka masih dipandang sebagai “orang terpelajar/mumpuni” dimata masyarakat umum terutama di pedesaan, jika mereka yang menjadi bawahan balon wakil kepala daerah itu berkomentar, maka percumalah kampanye balon wakil kepala daerah dikumandangkan. Kedua : Apakah mereka dikenal dikalangan marga, suku, agama, atau kelompoknya sebagai tokoh atau orang yang banyak memposisikan diri sebagai pelaku / pekerja atau pemberi perintah / bos. Kalau jawabnya sebagai penonton, suka kasi perintah saja tanpa mau bekerja, maka ini adalah kasus kedua yang menghancurkan perolehan suara Karena model manusia seperti ini tidak disukai orang banyak. Ketiga : Ketika mereka menjabat suatu jabatan tertentu, apakah memposisikan dirinya sebagai seorang bapak/ibu yang melindungi, mengayomi dan turut berpikir untuk kesejahteraan staf. Jika tidak, inilah kasus ketiga yang bakalan menyedihkan seorang balon kepala daerah. Keempat : Apakah ada nilai jual keluarga mereka yang akan dinobatkan menjadi balon wakil kepala daerah. Artinya, kalau keluarganya sendiri tidak bisa dibina dan tidak bisa menggambarkan berbagai kebanggaan terutama segi pendidikan dan pekerjaan serta prilaku, otomatis masyarakat akan mencemooh paket kepala daerah dan wakil kepala daerah ini. Kalau sudah demikian, bagaimana mampu meyakinkan kesiapan pasangan menjadi yang terbaik memimpin daerah, mustahil kan.


Jadi, sebaiknya sebelum menentukan balon wakil kepala daerah, seorang balon kepala daerah terlebih dahulu mengadakan survey dengan menjawab keempat pertanyaan sebelumnya. Ketakutan-ketakutan balon wakil kepala daerah akan menghancurkan kepercayaan masyarakat patut dipertimbangkan matang-matang, apalagi kalau balon kepala daerahnya sendiri nilai jualnya masih pakai diskon dan berbagai bonus baru dibeli orang lain. Kadang kita tidak sadar, saat menjadi balon kepala daerah kita terpukau dan terpesona dengan khayalan yang telah berhasil di raih orang lain di daerah yang lain. Namun kita lupa ada empat hal yang tidak dimiliki balon wakil kepala daerah kita. Kalau memang pejam mata memilih balon wakil kepala daerah tanpa mempertimbangkan empat hal diatas, siap-siap sajalan tabungan yang tersisa untuk berobat ke rumah sakit stroke. Wong mencari isteri sebagai wakil kepala rumahtangga saja katanya harus meilhat bobot, bibit dan bebet, konon untuk sosok wakil kepala daerah, pikir-pikir lagi deh.

No comments :