ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Friday 23 May 2008

Kapal Pesiar - Kapal Bocor & Kapal Perang

Perhelatan akbar seperti Pilkada mendominasi berbagai sendi-sendi prilaku kehidupan manusia. Siaran langsung sepakbola, gempa bumi, banjir bahkan demo kenaikan BBM tidak signifikan mampu merubah berbagai tatanan kehidupan manusia yang terjalin berpuluh-puluh tahun lamanya, dibanding Pilkada. Ketika gaung Pilkada menggema, banyak orang “gila” berserakan disekitar kita. Ada gila harta meninggalkan mata pencaharian yang hanya cukup makan sehari karena tergiur iming-iming pekerjaan baru jika calonnya terpilih. Ada gila jabatan meninggalkan jabatan yang dirasa tidak pantas lagi karena merasa orang lain mengharapkan dirinya merubah dunia. Ada gila popularitas melupakan sanak saudara serta memusuhinya karena tidak terima diberi nasehat tidak kan menang jika mencalonkan diri jadi kepala daerah. Ada gila benaran meninggalkan semua demi jabatan yang sama sekali tidak dimengerti hakekatnya. Kegilaan-kegilaan ini banyak melatarbelakangi calon kepala daerah yang sepertinya “kurang kerjaan” menghambur-hamburkan uang, tanpa punya perhitungan besaran peluang dukungan kemunculan dirinya di tengah masyarakat.

Revisi kedua UU 32/2004 adalah biang kerok banyaknya orang “gila” berdasi walaupun hanya dasi kupu-kupu, bak pelayan restoran. Namun, peluang munculnya independen ternyata mampu menghalusinasi orang banyak akan kenikmatan jabatan kepala daerah pada strata apapun. Calon independen dengan sekuat tenaga mengumpulkan satu-persatu KTP untuk direkat menjadi sebuah ‘kapal’ menuju arena pemilihan kepala daerah. Tidak perduli menang atau kalau, yang penting bisa mencalonkan diri dan cetak kelender, merupakan sejarah baru untuk anak cucu, katanya. Demikian pula bagi orang beruntung yang memiliki kursi cukup di dewan perwakilan rakyat daerah, garansi sebuah ‘kapal’ mampu mengumbar senyum dan banyak menghemat keringat. Selain itu, walau sedikit lebih banyak sabar dan mengeluarkan cost politik, orang juga bisa memiliki kapal dari partai-partai yang kurang mumpuni pada Pemilu legislatif tahun 2004 lalu.


Tetapi, permasalahan yang utama, kapal-kapal yang dinaiki calon-calon kepala daerah itu termasuk jenis kapal mana ?. Harus jeli melihat dan mendukung balon kepala daerah, jangan sampai mendukung orang ‘gila’ yang gila. Paling tidak ada tiga kapal yang biasa dipakai balon kepala daerah, kapal pesiar atau kapal bocor atau kapal perang. Ada calon kepala daerah yang menaiki kapal pesiar untuk bertarung dalam pemilihan kepala daerah seperti Pilkada gubernur dan bupati atau walikota. Namanya saja kapal pesiar, tujuan utamanya saja untuk bersenang-senang, gengsi-gengsian menunjukkan banyak uang, dan katanya meninggikan popularitas. Walaupun banyak anggota, katakanlah Tim Sukses yang di bawa bersama kapal itu, tentu saja yang ikutpun hanya untuk bersenang-senang, dapat duit dan dapat makan setelah itu urusan menang atau kalah, ya urusan yang punya kapal pesiar. Banyak calon yang tidak sadar kalau kapalnya itu kapal pesiar bagi orang lain untuk meraup keuntungan dengan aji mumpungnya, sehingga kegagalan pasti dituainya.


Kapal kedua yang tidak kalah menariknya, kapal bocor. Namanya saja kapal bocor, kapal bermasalah. Jika balon kepala daerah masuk kedalam kapal bocor ini, sampai kiamatpun tujuannya tidak bakalan tercapai. Penyebab bocor banyak sekali, beberapa diantaranya, banyak penghianat didalam kapalnya. Program kerja dan terobosan yang disusun tidak dilaksanakan Tim Sukses, kebanyakan tim suksesnya hanya menggerogoti dan merusak kapal. Tim sukses yang seharusnya membela tuannya sang balon kepala daerah, justru menghancurkannya dengan politik pembusukan karakter membesarkan komplotan meniru teori asal bapak senang. Walaupun tidak semua tim sukses membocori kapal dan setia kepada majikannya, perahu akan sampai juga ke gelanggang pemilihan kepala daerah, tetapi tim sukses tidakkan pernah berbuat apapun, karena sebelumnya mereka keletihan menambal kapalnya yang bocor untuk sampai ke arena gelanggang Pilkada.


Kapal ketiga adalah kapal perang. Kalau sudah kapal perang, tidak hanya bentuk kapalnya yang kuat dan spesial, namun orang-orang yang ada didalam kapal sebagai tim sukses juga telah dipersiapkan seperti tentara. Mereka sudah terlatih, mengerti bagaimana caranya menyusup, mengintai, menembak bahkan ‘membunuh’ lawan-lawan tuannya sang balon kepala daerah pemilik kapal perang. Ada strategi dan ada prosedur atau aturan yang baku membatasi ruang gerak tim suksesnya seperti tingkatan penghormatan dan perlakuan sang prajurit kepada seorang letnan dan seorang jenderal. Kapal inilah yang harus dimiliki setiap balon kepala daerah jika ingin maju menjadi kepala daerah. Jika telah memiliki kapal perang, tergantung amunisi peluru serta kelengkapan perang yang perlu lebih canggih, lebih kompleks dan lebih banyak dimiliki. Kelengkapan perang ini tidak berarti apa-apa tanpa strategi. Strategi kapan menyerang dan kapan bertahan serta kapan saatnya tidur siang. Kalau seorang tentara asik menembakkan peluru saja sepanjang hari sementara lawannya lagi enak-enakan makan ayam bakar di kawasan Pujasera, bodoh kan. Apapun ceritanya, kapal punya nahkoda yang tahu kemana harus mengarahkan kapal, jangan sampai nahkodanya keletihan dan tidak sanggup menyetir karena sudah ketuaan

No comments :