
”Lalu, dilihat dalam tiap jangka waktu tertentu, apakah program dalam kontrak politik itu terlaksana atau tidak?” ujarnya. Kelompok yang mendukung gerakan masyarakat sipil, menurut Airlangga, harus mengampanyekan hal itu sebagai bentuk penyadaran hak masyarakat. Ini mengingat selama ini kontrak politik cenderung bersifat politis saja karena melibatkan kelompok masyarakat yang mendukung pasangan calon tertentu maupun tim sukses pasangan calon itu. Di tempat terpisah, guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Anita Lie, mengemukakan, gerakan masyarakat sipil bisa berperan besar dalam menggiring calon kepala daerah untuk lebih fokus pada isu tertentu. Bahkan, upaya menggiring isu itu dapat direalisasikan dalam bentuk debat pasangan calon kepala daerah di depan publik. ”Dengan demikian, isu yang diusung calon kepala daerah itu jelas, misalnya ekonomi, pertanian, dan pendidikan,” katanya. Anita melanjutkan, ”Misalnya, kampanye mengusung pendidikan gratis. Gratis itu yang seperti apa?” Anita, yang juga pemerhati pendidikan, mencontohkan, persoalan di Jatim sangat kompleks. Karena itu, yang dibutuhkan masyarakat dalam pemilihan kepala daerah mendatang tidak hanya janji mereka, tetapi yang lebih penting lagi, realisasi janji itu. Selama ini, realisasi janji itu sering terlupakan. (idr) www.ri.go.id
No comments :
Post a Comment