ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Thursday 19 June 2008

PEMERINTAHAN YANG BERWIBAWA

Perspektif Pamong Praja Menciptakan Birokrasi Untuk Rakyat




Salah satu ciri khas era globalisasi ditandai dengan ketergantungan antar bangsa, suasana kompetitif, kecendrungan makin homogennya pandangan prilaku serta kecendrungan artifisial nilai dan etika (M.Soerya,1997). Hal ini menuntut masing-masing negara atau bangsa harus sesegera mungkin menyikapi agar tidak tertinggal dengan negara lain. Penyikapan diri dapat saja berbentuk peningkatan sumber daya manusia, pertahanan kemanan, perekonomian dan politik antar bangsa. Kenichi Ohmae (1991) mengingatkan bahwa pada saat ini kita telah memasuki era dunia tanpa batas yang ditandai dengan semakin terfokusnya masalah 5 C yaitu : Customer, Company, Competitive, Currency, dan Country. Seiring dengan makin maraknya perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi dunia, pergeseran nilai politik, ekonomi, hukum dan sosial serta orientasi pemikiran kuantitatif pada orientasi kualitatif. Proses ini memaksa setiap individu dan atau negara untuk pandai-pandai menyikapi dampak yang akan ditimbulkan melalui peningkatan kemampuan berpikir sistematik, personal master, mental, visi misi yang jelas, kerja tim dalam setiap individu, masyarakat, pemerintah dan negara. Era globalisasi, saling ketergantungan (dependence) dan kompetitif (competence) antar bangsa mengharuskan kita memperkuat manajemen strategis dan birokrasi pemerintahan yang berwibawa atas dasar kepercayaan masyarakat madani (civil society).

MEMBANGUN PEMERINTAHAN BERWIBAWA.

Masalah “good governance” menjadi perhatian kita semua semenjak orde baru dan terutama sekali pemerintahan Reformasi. Hakekatnya mempunyai relevansi dengan kinerja suatu penyelenggaraan sistem pemerintahan dalam keberhasilan program pembangunan. “Good governance dan good politic, economi, culture, law and performance” mempunyai hubungan (korelasi) erat dan membutuhkan konsistensi yang tinggi. Pemerintahan yang berwibawa, katanya, diawali dengan “clean governance” dan sudah menjadi “political will” dalam rangka menumbuhkan legitimasi pemerintahan guna menghindari munculnya perpecahan bangsa yang mengancam persatuan dan kesatuan, seperti kasus lahirnya negara baru yang awalnya adalah bahagian dari NKRI. Dengan kata lain, pemerintahan yang bersih dan berwibawa mengandung muatan amanah yang diberikan rakyat maupun oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Nurcholis Madjid (1998) mengemukakan Pemerintahan yang amanah bukan hanya “good government “ tetapi juga “good governance”, tidak hanya menyangkut struktur pemerintahan tetapi juga sistem pemerintahannya. Krisis pemerintahan pada saat sekarang ini dapat dikatakan merupakan bentuk dari krisis sistem yang penyelesaiannya secara fundamental. Sedangkan Ryaas Rasyid (1998) mengemukakan dalam pemerintahan amanah antara lain : “ pemerintahan sebuah komitmen rakyat karena kepercayaan, negara adalah abstrak. Komitmen dapat dipegang kalau rakyat merasa keberadaan dan eksistensi pemerintahan diperlukan untuk melindungi rakyat”. Pemerintahan yang baik tentunya akan terus memperkuat legitimasi dengan cara memberi inspirasi, menerima respon dan mengakomodasikan kepentingan rakyat dalam rangka mengejar kemajuan, memberi pelayanan yang adil, menyelesaikan konflik kepentingan, dan sejahtera lahir bathin. Dengan kata lain, pemerintahan seyogyanya menjadikan rakyatnya memiliki “sence of bilonging, responsibility and participation” yang tinggi sehingga menjadikannya “agent of solution” bukan “a source of problem”


MANAJEMEN STRATEGIS PEMERINTAHAN

Dalam konteks manajemen publik, fungsi pemerintahan umum dan pembangunan untuk mengoptimalisasikan berbagai sumber secara maksimal, memerlukan manajemen strategis. Instrumen manajemen strategis mengandung muatan pada adanya visi misi, rencana strategis, akuntabilitas kinerja dan partisipasi aktif masyarakatnya. Hal ini dipandang suatu keharusan sebab paradigma lama yang menggambarkan rentetan program kerja pemerintah hanya mencerminkan kebutuhan masyarakat menurut pemikiran para pejabat saja. Tentu saat sekarang ini pemikiran tersebut sudah tidak relevan lagi karena dengung kemerdekaan bersuara, berpendapat, berkarya, berpartisipasi telah di tetaskan pemerintahan baru menjadi bahagian dari kemerdekaan seorang warga negara Indonesia.

Katz dan Rosenweig (Soeryadi, 1997) mengatakan, Manajemen Strategis dalam masyarakat modern dilandasi oleh : manajemen pengembangan berasaskan demokratis, percaya diri, sistem kontingensi, total kualitas, kebijakan filosofis (core, share and fair, kepentingan publik, situasional). Dalam pengejawantahannya berpegang pada prinsip-prinsip seperti : 1) Kepekaan terhadap situasi lingkungan untuk memahami perkembangan yang terjadi; 2) Menghayati moral masyarakat, dalam rangka empathy dan respect terhadap kepentingan masyarakat; 3) Keterbukaan pikiran dalam dialog, pemberdayaan dan kemitraan baik dalam kebijakan maupun pelayanan publik; 4) Mendengar, mempelajari dan menterjemahkan suara hati nurani orang banyak; 5) Introspeksi, terhadap potensi keunggulan dan kelemhan yang melekat pada manusia. Kepekaan diartikan sebagai daya tanggap pemerintah dalam menterjemahkan berbagai peluang pencapaian kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatkan kepekaan aparatur dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan (pelayanan masyarakat) berbagai rincian tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat secara bertahap di terjemahkan dalam program kegiatan pembangunan kemasyarakatan. Selanjutnya, manajemen strategis dengan kendali mutunya bermuara manajemen pemerintahan modern. Manajemen modern dalam fungsi pemerintahan dalam pelayanan , menggunakan pendekatan sumber daya manusia dan strategi sistematik untuk mencapai tujuannya yang dalam sistem pemerintahan daerah ada pada Rencana Strategis Pemerintahan Daerah.

TUNTUTAN SEBAGAI PAMONG PRAJA

Pamong Praja sudah kita kenal sejak lama sebagai organ birokrasi pemerintahan. Konotasi Pamong Praja tertuju pada pemerintahan di daerah. Kata Pamong Praja, terdiri dari kata “Pamong” artinya mengemong, membimbing, membina, mengayomi, yaitu pimpinan / aparatur pemerintahan yang berdiri dibelakang dengan semboyan tutwuri handayani, dengan memberi kesempatan, dorongan, dan motivasi untuk berkembang dan berkarya sesuai dengan kebutuhannya dan orang lain Sedangkan “Praja” berarti negara, rakyat, negeri, dan daerah. Dengan demikian Pamong Praja yaitu mengemong negara, negeri, daerah, rakyat yang bernegara dan berpemerintahan. Pamong Praja pada masa struktur birokrasi pemerintahan kerajaan (patrimonial), identik dengan abdi dalem atau ponggawa (Priyo Budi Santoso, 1993).

Keberadaan dan eksistensi Pamong Praja dalam struktur birokrasi pemerintahan sangat aktual dan strategis sehubungan dengan upaya menumbuhkan kepercayaan pemerintahan yang amanah, bersih, dan berwibawa. Label pengabdi masyarakat melekat erat dalam sosok seorang Pamong Praja. Artinya sebagai public service yang seharusnya ada di benak Pamong Praja bagaimana memposisikan dirinya selain sebagai aparatur pemerintahan juga sebagai rakyat biasa. Dengan demikian, perasaan perlunya perhatian pemerintah (Pamong Praja) membimbing dan menjaga masyarakat (dirinya) juga dirasakan. Kepedulian diri seorang Pamong Praja meretas cita-cita mewujudkan pemerintahan yang berwibawa dibarengi pembekalan profesionalitas diri, sangat dibutuhkan untuk menyikapi berbagai perubahan dan perkembangan hubungan interpersonal yang berkembang di masyarakat. Upaya diatas diharapkan dapat menyikapi berbagai kemungkinan masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan, seperti : 1) Masyarakat yang semakin maju, terdidik dan modern, dengan ciri yang lebih terbuka, kritis dan demokratis; 2) Kehidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisai fungsi yang semakin rumit dan berbelit-belit; 3) Kemerdekaan masyarakat akan tuntutan memperoleh pelayanan yang lebih berkualitas; 4)Keterbukaan pada sisi lain akan memperkuat sikap primordialisme yang baik; 5)Tuntutan pelayanan yang cepat, adil, dan murah dari pemerintah.

Sudah seharusnya mempunyai visi paling tidak seperti : Pertama, memiliki profesionalisme dan patriotik Korps Pamong Praja dalam peran dan fungsinya dengan pendekatan simpul kekuatan daripada kekuasaan selain dituntut memiliki keahlian spesialis yang diandalkan. Kedua, Pendekatan persuasif edukatif menjadi tolak ukur baku dalam pelayanan dan pengayoman melalui pemberdayaan masyarakat. Ketiga, Koordinasi merupakan alat utama dalam mewujudkan keberpihakan, kepedulian, kebersamaan, dan kemitraan dalam memberikan pelayanan masyarakat secara terpadu. Keempat, Menjalankan kepemimpinan yang bersifat mengayomi masyarakat berakar pada agamais, sosiologis, kreadibilitas, integritas, konsistensi, dan terbuka bagi kepentingan masyarakat. Kelima, Kemampuan bernegosiasi, responsif, akomodatif dan berjiwa mengembangkan inovatif yang menguntungkan kepentingan masyarakat luas. Oleh karenanya, sudah pada tempatnyalah seorang Pamong Praja memprakarsai, bersikap dan berprilaku responsif, proaktif, dan akomodatif dalam semangat membangun bersama rakyat. Dalam hal ini sesuai dengan tanggungjawab seorang Pamong Praja atau Pegawai Negeri Sipil, pelayan masyarakat, maka profesionalisme diri seorang Pamong Praja yang wajib melekat dalam dirinya. Hal ini dibutuhkan guna menjadikan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan mengembangkan diri atau memahami penempatan dirinya dengan memahami hal-hal seperti :

1)Keteladanan, mengembangkan kepemimpinan yang teladan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pelayanan masyarakat guna menumbuhkan kepatuhan masyarakat; 2)Pengaturan, konsistensi terhadap jalannya pemerintahan atas dasar norma, nilai, dan aturan baku; 3)Koordinasi, menciptakan prosedur dan mekanisme saluran dan peliputan berbagai kepentingan yang terintegratif dan akomodatif; 4)Pelayanan dan Pengayoman, memberikan aktualisasi dan optimalisasi bagi kepentingan serta kebutuhan dasar masyarakat; 5) Pemberdayaan, melakukan learning society untuk menciptakan masyarakat madani “civil society”; 6) Partisipatif, membangun etika dan moral masyarakat dalam proses berbangsa, bernegara dan bermasyarakat; 7)Kemitraan, jiwa dan semangat kebersamaan untuk mengembangkan simpul-simpul kekuatan menjadi potensi proaktif dan produktif; 8) Desentralisasi, memberikan dan menumbuhkan sikap kepercayaan serta memupuk tanggungjawab setiap urusan pemerintahan yang didelegasikannya.

PENUTUP

Dengan demikian, Pamong Praja harus memiliki komitmen kuat untuk mengabdi sesuai profesi pemerintahan. Mampu menunjukkan sosok seorang Pamong Praja yang mampu berbuat dan menciptakan pemerintahan yang terbaik. Tentu saja rakyat menunggu persepsi, orientasi, sikap dan prilaku profesionalisme pamong praja dalam suasanya yang meliputi keprihatinan Nasional ini. Dengan demikian Pamong Praja yang mengemong rakyatnya tidak berdosa pada dirinya dan pada rakyat yang harus dilayaninya, demikian. (Penulis adalah seorang Pamong Praja Muda)

No comments :