ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Tuesday 24 March 2009

KENIKMATAN KURSI LEGISLATIF

KOMISI PEMILIHAN Umum akhirnya mencoret 2.152 calon anggota legislatif dari 38 partai politik peserta Pemilu 2009. KPU telah memverifikasi 14.020 caleg dan setelah diverifikasi jumlah itu tinggal 11.868 caleg dari 38 partai politik peserta Pemilihan Umum 2009 juga menetapkan 1.127 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari 33 provinsi. Jumlah caleg DPR RI meningkat hampir 46% dibanding 2004. Dari 7756 caleg DPR, kini meningkat menjadi 11.301 caleg yang akan memperebutkan 560 kursi di Senayan. Persaingannya pun menjadi sangat ketat di 77 daerah pemilihan (dapil) dengan peluang tidak lebih 5% atau seorang caleg harus bersaing dan mengalahkan 19 caleg lainnya. Komisi Pemilihan Umum juga menetapkan jumlah pemilih untuk Pemilu 2009 sebesar 171.068.667 orang. Jumlah itu berasal dari pemilih dalam negeri 33 provinsi sebesar 169.558.775 orang dan pemilih luar negeri serta 117 perwakilan Indonesia di luar negeri sebanyak 1.509.892 orang.... PARLIAMENT TRESSHOLD. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ; Pasal 202 ayat (1) berbunyi "Partai Politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR", ini membuat partai-partai kecil dan baru ‘takut plus marah’. Takut karena minimal mereka harus mendapatkan suara rakyat atau caleg nya yang di pilih sebanyak 4,2 juta suara agar calegnya yang memperoleh suara terbanyak DPR RI duduk menjadi legislative. Jika tidak, walaupun calegnya memperoleh suara terbanyak maka suaranya akan dibatalkan atau partai tak akan diikutsertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR karena partainya tidak mampu melewati ambang batas (parliament tresshold) sebesar 2,5 % sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi. Kemudian, Caleg DPR – RI akan marah karena parliament tresshold itu tidak berlaku bagi Caleg DPRD di kabupaten/kota dan provinsi se-Indonesia. Tentu ini akan menimbulkan kegamangan politik bagi caleg partai di daerah bila ia duduk di DPRD namun tidak ada wakilnya di DPR-RI. Seharusnya aturan itu juga diberlakukan bagi para caleg DPRD sehingga rantai politik partai tidak terputus. Akibatnya menjadi bias, bila dibayangkan para caleg akan seperti anak ayam kehilangan induk. TINGGINYA PELUANG CALEG STRESS . Kita banyak melihat dari komentar di surat kabar, majalah dan dialog-dialog di sejumlah media televisi biaya rata-rata yang dikeluarkan seseorang untuk pemilu 2009 berkisar antara 200 juta hingga 1.5 miliar. Namun, dengan dana besar belum tentu akan terpilih. Jika diambil rata-rata biaya yang harus dikeluarkan caleg sebesar 400 juta, maka hanya untuk pencalegan DPR harus menghabiskan 4.4 triliun rupiah. Angka ini sangat fantastis dan belum lagi dana untuk pencalegan DPRD I dan II, dana KPU, dana sumbangan ke partai dan masih banyak lagi uang keluar oleh karena pemilu sehingga diperkirakan angka 50 triliun dihabiskan untuk kerja pesta rakyat tahun 2009, walau pesta ini sebenarnya lebih dirasakan tukang spanduk, kartu nama, sablon dan pemesanan baleho plus tim sukses. Jika dihitung-hitung, begitu besarnya biaya yang dikeluarkan dan kecilnya peluang kemenangan, tidak tertutup kemungkinan mereka yang kalah dalam pemilu akan stress, depresi, tekanan jiwa hingga sakit jiwa. Tidak perlu tertawa bila dibeberapa daerah rumah sakit sudah ambil ancang ancang mempersiapkan ruangan bagi caleg gagal yang sakit jiwa. Kita masih ingat adalah calon bupati Ponorogo 2005-2010 yang masuk rumah sakit jiwa setelah gagal merebut kursi bupati padahal telah mengeluarkan miliaran rupiah. Itulah sebabnya ada orang pintar mengatakan, jika kita memiliki uang 200 juta untuk kampanye menjadi caleg, maka sebelum memberanikan diri ikut menjadi caleg, harus juga mempersiapkan uang minimal 100 juta sebagai cadangan berobat ke rumah sakit bila kalah atau tidak terpilih, nanti. RAHASIA ENAKNYA LEGISLATIF. Namun, kembali ke “perang” memperebutkan kursi caleg, jika saja mereka terpilih, maka secara materi mereka akan memperoleh “keuntungan investasi” yang besar yakni 2.5 miliar dalam 5 tahun meskipun menurut media massa ada bahkan sering mereka bolos seperti para senior-senior mereka pada suatu masa. Bahkan jika mereka rajin hadir dalam rapat, aktif dalam tim pengesahan Undang-Undang, hak angket, ketua pansus dan sejenisnya, maka seorang DPR mampu meraup 3-4 miliar rupiah per 5 tahun. Angka yang cukup untuk mendapat gelar miliarder ditengah 35 juta rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Menurut berbagai sumber yang diolah, penerimaan anggota DPR terbagi menjadi tiga kategori, yaitu rutin perbulan, rutin non perbulan dan sesekali. Rutin perbulan meliputi : Gaji pokok : Rp 15.510.000 - Tunjangan listrik : Rp 5. 496.000 - Tunjangan Aspirasi : Rp 7.200.000 - Tunjangan kehormatan : Rp 3.150.000 - Tunjangan Komunikasi : Rp 12.000.000 - Tunjangan Pengawasan : Rp 2.100.000 = Total : Rp 46.100.000/bulan = Total Pertahun .... : Rp 554.000.000. Masing-masing anggota DPR mendapatkan gaji yang sama. Sedangkan penerimaan nonbulanan atau nonrutin. Dimulai dari penerimaan gaji ke-13 setiap bulan Juni. Gaji ke-13 :Rp 16.400.000 - Dana penyerapan ( reses) :Rp 31.500.000 - Dalam satu tahun sidang ada empat kali reses jika di total selama pertahun totalnya sekitar Rp 118.000.000. Sementara penghasilan yang bersifat sewaktu-waktu yaitu: - Dana insentif pembahasan rencangan undang-undang dan honor melalui uji kelayakan dan kepatutan sebesar Rp 5.000.000/kegiatan - Dana kebijakan insentif legislative sebesar Rp 1.000.000/RUU Jika dihitung jumlah keseluruhan yang diterima anggota DPR dalam setahun mencapai hampir 1 milyar rupiah. Data tahun 2006 jumlah pertahun dana yang diterima anggota DPR mencapai Rp 761.000.000, dan tahun 2007 mencapai Rp 787.100.000 belum lagi dana pensiunan yang didapatkan ketika tidak lagi menjabat. Itu cerita kenikmatan ketika seorang Calon Legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia duduk di kursinya, sedangkan untuk DPRD Kabupaten / kota termasuk DPRD Provinsi tidak jauh berbeda tergantung kaya miskinnya daerah itu. Jadi jelas, kenikmatan kursi legislative sesungguhnya sungguh nikmat, kata tetangga sebelah.

No comments :