BUDIDAYA tanaman Kakao atau Coklat kian berkembang di Kabupaten Dairi. Petani di Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Gunung Sitember, Tanah Pinem, Tigalingga, Lae Parira, Berampu dan Siempat Nempu Hilir banyak mengkonversi lahan dari sebelumnya di usahai komoditas Kopi.Sahrir Berampu penduduk Sidikalang yang berladang di Kilometer 7,5 Sungai Raya Kecamatan Siempat Nempu Hulu ditemui, Rabu (13/5) mengatakan, menggeluti tanaman itu dinilai lebih menguntungkan dibanding menekuni kopi. Dua setengah tahun setelah tanam sudah bisa dipanen dan pemetikannya rutin rata-rata setiap dua minggu.Dengan populasi 400 pohon, dia telah mengambil hasil sebanyak Rp 3 juta kurun waktu dua bulan kemarin. Baginya, kopi tergolong merepotkan dalam perawatan dimana pekerjaan tiada henti. Ketika tunas di buang, tunas baru justru muncul lebih banyak dan panen raya hanya hanya dua kali dalam setahun... Gordon Aritonang, Kepala Desa Sipoltong Kecamatan Siempat Nempu Hulu memprediksi dua tahun kedepan Dairi bakal menjadi sentra Kakao rakyat. Sepengetahuannya, luasannya bertambah signifikan dimana batang durian tua dan kopi banyak di tebang lalu diganti coklat.Pasar sangat terbuk, proses panen dan pasca panen relatif ringan. Kadang kala kalau harga di Medan mencapai Rp 24.500 per kilogram tetapi toke berani mengambil Rp 24.000 di tingkat petani. Paling jauh perbedaan itu Rp 1.000 untuk ongkos tansportasi.Guna merespons aspirasi masyarakat, Gordon mengusulkan agar pemerintah daerah membuka hati bagi pengadaan bibit unggul atau bersertifikasi. Pasalnya, lembahnya pemahaman warga terhadap sumber bibit berdampak pada rendahnya produktivitas. Contoh, perbedaan Morfologi bibit keluaran PT Socfindo dengan bibit sembarang sangat nyata. Daun bibit unggul lebar dan segar dan buahnya lebih besar dan rame.Dalam hal perawatan, dipindahkan agar instansi terkait memberi penyuluhan. Terhadap metode pengendalian hama penyakit dan perawatan terhadap pemangkasan masih belajar kepada sesama teman. Bimbingan teknis amat diperlukan.
No comments :
Post a Comment