ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Saturday 10 December 2011

PAMONG PRAJA ITU BUKAN RAJA

PAMONG PRAJA (sebelumnya disebut pangreh praja sampai awal kemerdekaan) dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis. Ini disebabkan karena sosok seorang pamong praja tidak saja memainkan peran sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan masyarakat tapi juga peran strategis dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia. Pamong praja berperan dalam mengelola berbagai keragaman dan mengukuhkan keutuhan Negara. Menurut Ndaraha (2009), pamong praja adalah mereka yang mengelola kebhinekaan dan mengukuhkan ketunggalikaan. Eksistensi pamong praja dari masa ke masa masih menjadi diskursus seiring dengan perubahan sistem pemerintahan dan ketatanegaraan Indonesia. Apakah pamong praja itu ?, Siapakah Pamong Praja itu ? Bagaimana Pamong Praja ke depan ?

Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong seorang bayi atau anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara. Pamong praja atau pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimoligis tersebut di atas mungkin masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana peran pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangat sentralistik, serta paradigma pemerintahan yang menempatkan pemerintah sebagai pusat kekuasaan. Tapi ketika sistem pemerintahan berubah dan terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagaimana awal berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini.

Apabila dilihat dari sejarahnya, keberadaan pamong praja sudah ada sejak jaman Hindia Belanda sebagai korps binnenlands bestuur, yakni korps pejabat bumiputera yang bertugas menjaga kepentingan kerajaan Belanda di tanah Nusantara. Pada masa awal kemerdekaan, korps ini berubah namanya menjadi Korps Pangreh Praja, yang kemudian diganti menjadi namanya menjadi Korps Pamong Praja, karena istilah pangreh mengandung makna memerintah dengan paksaan. Keberadaan Korps Pamong Praja mencapai puncaknya pada saat berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Korps Pamong Praja diartikan sebagai pejabat pemerintah pusat yang berada di daerah dengan tugas utama menjalankan Tugas Pemerintahan Umum (TPU), yang meliputi koordinasi, pembinaan dan pengawasan serta urusan residual. Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, yang masih merujuk pada UUD 1945 yang asli, Presiden merupakan satu-satunya mandataris MPR, yang kemudian membangun jaringan pemerintah pusat di daerah yang dinamakan Kepala Wilayah yang berkedudukan sebagai Penguasa Tunggal di Bidang Pemerintahan (Sadu Wasistiono, 2009).

Korps Pamong Praja mencapai titik nadir setelah berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat sangat desentralistik, sehingga pelaksanaan asas dekonsentrasi sangat dibatasi di daerah. Fungsi dekonsentrasi dibatasi hanya pada tingkat provinsi saja. Konsekuensi logis dari perubahan kebijakan desentralisasi tersebut, maka definisi tentang Pamong Praja perlu disusun ulang. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, tidak ada lagi pengertian Tugas Pemerintahan Umum, yang ada istilah baru yakni Tugas Umum Pemerintahan (TUP), yang isinya berbeda dengan pengertian Tugas Pemerintahan Umum (TPU) yang selama ini digunakan.

Dalam pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004, terdapat dua pengertian TUP, yakni yang tertuang dalam PP Nomor 3 Tahun 2007 dan PP Nomor 19 Tahun 2008. TUP menurut PP Nomor 3 Tahun 2007 adalah tugas kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota, diluar pelaksanaan asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan. Sedangkan menurut PP Nomor 19 Tahun 2008, Camat juga melaksanakan TUP dengan isi yang berbeda dibandingkan TUP yang diatur pada PP Nomor 3 Tahun 2007.

Kalau pamong praja diartikan secara etimologis sebagai aparat atau pejabat pemerintahan yang bertugas “mengemong” dan menjadi abdi Negara, abdi masyarakat, maka pamong praja adalah semua aparat yang melakukan aktivitas melayani, mengayomi, mendampingi serta memberdayakan masyarakat. Pamong praja sebenarnya bermakna sangat meluas, termasuk di dalamnya aparat kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia serta semua aparat pemerinatahan lainya yang melaksanakan urusan pemerintahan. Pamong praja adalah mencakup pejabat pusat yang ada di pusat, pejabat pusat yang ada di daerah maupun pejabat daerah yang ada di daerah.

Taliziduhu Ndraha (2010), mencoba mengelaborasi dan merumuskan esensi kepamongprajaan, bicara tentang kepamongprajaan, maka esensinya antara lain : 1) Entitas (nama suatu entitas), 2) Kualitas (perilaku yang terlihat dalam ruang pemerintahan), 3 Nilai atau norma yang mengikat fungsi kebhinekaan dan ketunggalikaan), 4) Lembaga atau unit kerja, 5) Struktur kepamongprajaan, 6) Profesi pemerintahan, 7) Pendidikan kepamongprajaan. Sejalan dengan pandangan Taliziduhu Ndaha di atas dan memperhatikan sejarah dan perkembangan pamong praja atau kepamongprajaan di Indonesia, maka setidaknya kepamongprajaan yang akan datang dapat di pandang sebagai :

1. Profesi , yakni merupakan pekerjaan yang memerlukan kompetensi tertentu, qualified leadership dan managerial administratif. Idealnya yang merawat pasien di rumah sakit itu adalah seorang dokter ikutan juga perawat dan bidan. Bayangkan saja kalau seorang ahli bangunan yang merawat kesehatan pasien, tentu akan membuka peluang munculnya resiko mal praktek. Bisa saja mereka bekerja dengan baik namun butuh waktu lama untuk memahami profesi tersebut. Ini bisa saja di analogikan terhadap berbagai bidang-bidang pelayanan kemasyarakatan lainnya.

2. Struktur dalam pemerintahan daerah, yakni level pemerintahan pada lini kewilayahan, seperti lurah/kades, camat, bupati/walikota dan gubernur yang melaksanakan fungsi pemerintahan umum dalam hal pembinaan wilayah, koordinasi pemerintahan, pengawasan pemerintahan dan residual pemerintahan. Maksudnya ada hirarkhi birokrasi yang harus ditempuh. Tidak hanya butuh laporan lisan baik yang di sampaikan kepada pimpinan tetapi administrasi sesuai peraturan perundangundangan juga wajib di selesaikan. Di banyak kasus, acapkali pada level-level pemerintahan tersandung dengan berbagai permasalahan yang akhirnya pelaku atau oknum berhadapan dengan hukum. Modusnya tidak lain kegiatan atau proyek fiktif. Inilah maksudnya diperlukan laporan / administrasi yang ditempuh secara berjenjang ke atas atau menurun ke bawah.

3. Institusi Pendidikan, yakni pendidikan yang khusus menyelenggarakan proses belajar mengajar yang outputnya dipersiapkan untuk menjadi pamong praja. Pada pokok ini, sesungguhnya sama seperti pelayanan di bidang kesehatan ada sekolah kedokteran, di pertanian juga hukum dan lainnya ada sekolah khusus yang mempersiapkan pengetahuan dan keahlian sesuai dengan bidangnya. Khusus Pemerintahan, Departemen Dalam Negeri  kalau boleh di samakan keberadaanya mulai dari masa kolonial Belanda, sudah mendirikan sekolah pamong. Ada KDC, MOSVIA, APDN, STPDN dan IPDN sekarang. Lulusan sekolah ini di sebut Pamong Praja Muda yang dipersiapkan memiliki pengetahuan dan keahlian ke-pamong-an yang lebih komprehensif di banding lulusan sekolah lainnya.

4. Perangkat nilai, yakni suatu rangkaian unit nilai-nilai yang menjadi energi yang menguatkan semangat pengabdian aparat sebagai abdi Negara dan masyarakat sebagaimana dalam “Hasta Budhi Bhakti” sebagai pedoman atau guidance penyelenggara pemerintahan yang bersumber dari leluhur karena tumbuh dari tradisi pemerintahan yang pernah eksis. Pancasila itu ada dan bersumber dari ke-Bhineka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada dijadikan kekuatan untuk maju dan membangun bangsa ini. Ibarat tubuh kita ini, ada yang menjadi hidung, kuping, tangan, kaki dan lain sebagainya yang akhirnya membentuk sebuah kesatuan berguna di sebut tubuh. Tidak ada yang lebih penting atau lebih hebat, semua sudah mendapat bagian tugas masing masing dan akan terpadu membentuk sebuah sistem yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya.
5. Instrumen keutuhan berbangsa, yakni keberadaan pamong praja tidak saja menjadi mesin birokrasi dalam pelayanan pemerintahan, tapi menjadi perekat Negara kesatuan Republik Indonesia.

Pamong praja merupakan perangkat pusat maupun daerah mempunyai tugas pokok yang meliputi :  Pembinaan ketentraman dan ketertiban,  Pembinaan politik dalam negeri,  Koordinasi, Pengawasan  dan Tugas Residual.

Tugas pokok semacam ini akan mengalami pasang naik dan pasang surut seiring dengan perubahan masyarakat maupun pemerintah. Dalam hal ini Pamong Praja dituntut untuk mengetahui bagaimana menghadapi kejutan-kejutan, pengecualian-pengecualian (anomalies), bekerja secara spontan dan kreatif, berani menempuh resiko dan menciptakan kolaborasi dengan orang lain. Dengan demikian profesi Pamong Praja dituntut untuk mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi dan bukan justru menghindari permasalahan yang muncul. Sosok pamong praja harus mempersiapkan dirinya untuk mampu menjadikan pengalaman masa lalu sebagai guru agar lebih baik berkarya di masa kini dan akan datang. Seorang pamong praja dituntut mampu memprediksi gerak langkah diri maupun organisasinya ke depan dan harus mampu mempersiapkan diri maupun organisasi untuk menghadapinya.

Dengan melihat tugas pokok dan fungsi semacam itu maka diperlukan kepemimpinan visioner bagi Pamong Praja yaitu pemimpin yang akan mewujudkan kepemerintahan yang baik, memiliki visi mau dibawa ke mana tugas-tugas pekerjaan yang diamanatkan kepadanya, serta memenuhi syarat berakhlak bersih dan memiliki moral yang baik. Pemimpin visioner yaitu pemimpin yang mampu melihat jauh kedepan yang berskala nasional maupun global serta mampu action dengan kearifan local (Thoha, 1997 : 112).

Banyaknya prilaku kehidupan pamong atau aparatur pemerintahan bermuara pada apatisme masyarakat memandang berbagai program pembangunan. Korupsi, Kolusi, Nepotisme sudah menjadi rahasia umum dan sebahagian orang mengatakannya sebagai budaya baru. Pemimpin yang bermoral dan berakhlak yang baik ditandai dengan bersih akidah,  memiliki akhlak mulia, memiliki tujuan hidup yang benar,  memperoleh harta dengan cara yang benar menurut hukum dan agamanya, dan bersih pergaulan sosial.

Pimpinan pamong praja juga dituntut memiliki kapasitas unggulan memahami peran serta fungsi strategis pamong praja. Pimpinan di birokrasi tidak hanya di tujukan kepada sosok Gubernur, Bupati atau walikota, namun seluruh pejabat struktural (terutama) dan masing masing pribadi pamong / aparatur / PNS sebagai pimpinan di tupoksi nya masing masing. Mengapa Pimpinan Pamong Praja harus pemimpin yang visioner sebab diasumsikan akan terjadi hal-hal seperti masyarakat akan semakin maju, terdidik dan modern dengan ciri-ciri : lebih terbuka, kritis dan demokratis, penghidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisasi fungsi yang semakin lama makin tajam, organisasi pemerintah akan lebih condong berbentuk fungsional daripada berbentuk kerucut hierarkhial, akan terdapat kesenjangan kualitas antara organisasi pemerintah ditingkat pusat dengan tingkat daerah, masyarakat akan semakin menuntut pelayanan yang berkualitas dari para penyelenggara Negara, kegiatan pemerintah akan lebih didasari oleh pertimbangan ekonomis dari pada pertimbangan politis, dan keterbukaan pada sisi lain justru akan memperkuat primordialisme.

Profesi Pamong Praja adalah profesi menjadi Pemimpin (leader) dan sekaligus kepala/manajer (leadership). Kondisi di Indonesia dewasa ini masyarakat menuntut pigur pimpinan yang : mengabdi pada rakyat dengan setulus hati, jujur dalam perkataan dan perbuatan, mampu menunjukan keterbukaan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan rakyat, memiliki kedekatan emosional dan rasional dengan rakyat, serta dapat menjalin hubungan yang menunjang perkembangan dan pertumbuhan yang dinamis dengan masyarakat.

Menurut Gaspersz (1997 : 197) figur yang cocok untuk memenuhi tuntutan masyarakat seperti itu maka Pamong Praja harus mampu menjadi sosok pemimpin/ kepemimpinan transformasional, yang memiliki karakteristik : memiliki visi yang kuat; memiliki peta tindakan (map for action), memiliki kerangka untuk visi (frame for the vision), memiliki kepercayaan diri (self confidence), berani mengambil resiko, memiliki gaya pribadi inspirasional, memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual, kemudian memiliki kemampuan mengidetifikasi manfaat-manfaat.

Karakteristik sosok kepemimpinan transformasional ini menjadi begitu penting karena kemajuan teknologi informasi plus peningkatan daya pikir prilaku masyarakat menyebabkan seorang pamong praja tidak boleh ketinggalan jaman dalam bekerja. Pemimpin atau pamong praja yang transformasional sudah menjadi  jawaban menghadapi globalisasi dan kompleksitas permasalahan dalam pembangunan masyarakat, oleh karenanta sosok pamong praja juga harus meningkatkan profesionalisme kerja agar lebih meningkatkan kerakteristik utama berupa pemberian pelayanan kepada masyarakat yang paripurna. Juga menjadikan koordinasi sebagai alat utama guna meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kepada masyarakat. Pamong praja juga harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bersifat umum (generalis) sekaligus juga memiliki keahlian khusus (spesialisasi) yang bisa diandalkan, memiliki semangat dan jiwa kewiraswastaan guna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti ulasan lugas David Osborn dalam bukunya Reinventing of  Government  (mewirausahakan birokrasi), memiliki kemampuan bernegosiasi dalam arti positif seperti mampu membuat perencanaan dan penjelasan lengkap untuk di sajikan kepada pemerintah atas agar program kerja yang di susun mendapatkan dukungan dana tambahan, mampu menjalankan kepemimpinan yang bersifat mengayomi, adil dan jujur serta berakhlak yang baik tanpa cacat, mengutamakan kualitas kerja dan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat yang nyata dan bukan hanya di atas kertas, mempunyai strategic vision dalam mengantisipasi perubahan pemerintahan maupun masyarakat yang semakin cepat dan mengalami pasang surut artinya memiliki konsep bekerja yang jelas. Pamong praja harus mampu melahirkan gagasan-gagasan inovatif plus kreatifitas yang imaginatif dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang di embannya.

Ada banyak pamong praja / pelayan masyarakat / PNS yang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika ia di percayakan menjadi seorang pejabat. Kecendrungan, mereka hanya bekerja menurut perasaan yang terbaik menurut nya padahal ada banyak aturan atau banyak norma baik di pemerintahan maupun masyarakat yang harus di perhatikan. Sosok Pamong Praja bukanlah tuhan, bukanlah boss dan bukanlah seorang raja, namun jauh dari sebutan hebat di atas seorang pamong praja adalah pelayanan masyarakat. Namanya pelayan, walau di maki dan di caci ya harus bisa koreksi apa kelemahan dan penyebabnya ketika mendapat penilaian negatif tadi. Jadi tidaklah mudah menjadi seorang pamong praja oleh karenanya berkacalah dan cari tahu apa yang tidak anda ketahui. 

No comments :