ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Tuesday 6 November 2007

Aktualisasi Pengabdian Yang Manusiawi

Kata kunci dari lahirnya aspirasi dan partisipasi adalah pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan sebagai terjemahan dari kata empowerment, dewasa ini sangat populer digunakan terutama di era otonomi daerah. Jika kita melihatnya secara etimologis, kata pemberdayaan berasal dari kata daya. Kemudian dapat diuraikan bahwa pemberdayaan itu berkaitan dengan daya, kewenangan atau kekuasaan tertentu. Carlzon (1996) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah: “membebaskan seseorang dari kendali yang kaku – dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggungjawab terhadap ide-ide dan keputusan-keputusannya, tindakan-tindakannya” .

Kemudian ia juga menambahkan bahwa pemberdayaan dapat diberi berbagai macam defenisi antara lain: (a) Upaya menemukan cara baru guna mengkonsentrasikan daya pada tangan orang yang lebih memerlukan guna menjalankan pekerjaannnya: mengambil wewenang/tanggungjawab, sumber daya dan hak-hak pada tingkatan setiap tugas yang tepat. (b). Pendelegasian tanggungjawab untuk mengambil keputusan kebawah sejauh garis manajemen memungkinkan. (c) Pengalihan pengendalian kekuasaan dari manajemen kepada pekerja dalam kaitan dengan bisnis secara menyeluruh. (d) Penciptaan lingkaran-lingkaran dimana orang dapat menggunakan kecakapan dan kemampuannya pada tingkatan yang maksimum guna mencapai tujuan bersama, baik yang berorientasi manusiawi maupun keuntungan. Konteks pemberdayaan yang meletakkan kepercayaan kepada orang lain/masyarakat/pasar untuk ikut ambil bagian dalam proses pembangunan merupakan suatu keharusan.

Namun wewenang yang tumbuh dari kerja yang diberikan dalam bentuk kepercayaan itu tidak akan menjadi mutlak. Hal ini disebabkan adanya hubungan erat dengan tingkat kemampuan atau kesiapan pelakunya sendiri. Singkatnya, sejauhmana kualitas pelaku pembangunan/pasar yang ada untuk mulai mengkomandoi suatu kepercayaan yang akan diberikan. Pada level pelaksana dibawah atau masyarakat, kita sudah mengenal pekerjaan-pekerjaan pembangunan secara bergotong royong. Budaya kita ini sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat sejak dulu kala. Keuntungan kegiatan ini, selain untuk mempercepat proses penyelesaian pekerjaan disisi lain hal ini dapat lebih memecu pertumbuhan jiwa kebersamaan dan rasa memiliki kerja beserta hasilnya.


Pada tingkatan penghimpun aspirasi masyarakat (aparatur/pemerintah), penjabaran dan penanganan konsep pembangunan harus lebih jelimet dan menyeluruh. Hal ini dimaksudkan agar butiran-butiran kerja sebagai hasil perumusan berbagai aspirasi masyarakat dapat terpola dan terstruktur sebelum di telurkan menjadi kerja lapangan. Penyempurnaan hal inilah yang menjadi tugas berat aparatur pemerintahan; bagaimana tidak terjadi kebocoran aspirasi yang datang dari masyarakat. Sebagai aparatur pemerintah, pemahaman akan konsep pemberdayaan masyarakat harus dipahami dan disikapi sedini mungkin.


Bagaimana mungkin seorang aparatur pemerintah bersikap dan bekerja atas nama pemberdayaan masyarakat jika pemahaman akan pemberdayaan masyarakat itu sendiri masih kabur. Tidak ada salahnya kita belajar dari satu konsep yang diapungkan oleh Ginandjar Kartasasmita yang menyusunnya dalam beberapa kajiannya, seperti: pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.Pemberdayaan ini adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memeprkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam hal ini diperlukan langkah-langkah positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai macam peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin dalam berdaya memanfaatkan peluang-peluang. Yang Ketiga adalah memberdayakan mengandung arti melindungi. Perlu kita ingat kata melindungi disini memiliki batasan-batasan tertentu seperti pemberian perlindungan agar haknya dalam penyampaian aspirasi dan “penyelematan” aspirasi dapat tepat sasaran, tepat waktu dan tepat tempatnya.


Masyarakat juga sebelumnya harus paham untuk mendapatkan perlindungan ada kata-kata mutiara yang harus diperhatikan, misalnya ada prosedur tetap yang harus dilaluinya. Kemudian untuk menciptakan lingkaran-lingkaran peluang partisipasi masyarakat, alternatif kemitraan mungkin menjadi salah satu solusinya. Proses pemberdayaan yang menghubungkan potensi dan kekuatan dalam sistem sosial nantinya akan menemukan serta membuat sumberdaya dan peluang untuk meningkatkan adaftasi fungsi sosial masyarakat pada sistem pemecahan masalah klien, isu dan kebutuhan (Du Bois & Krogsorud Miley, 1992). Membentuk jaringan antara posisi personil yang berperan (masyarakat/individu dan pemerintah) dalam ketidaksamaan struktural, akses pada kekuasaan dan sumberdaya, penting dirumuskan bentuk kompetensi dan dijabarkan dalam proses interaksi pemberdayaan dalam pembangunan. Beberapa kegiatan pembangkitan peran serta masyarakat dari pemerintah daerah sebenarnya ada dua tujuan; yang pertama upaya pembangunan dalam pemberdayaan masyarakat yang langsung dilakukan bersama masyarakat di kampung dengan tujuan padaa saatnya akan tumbuh dan berkembang perasaan memiliki pembangunan yang dilakukan bersama dan “paham” bahwa program pembangunan dimengerti sebagai maksud baik pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat.


Kemudian yang kedua, untuk memotivasi perantau Agam yang ada dimana saja, agar merasa terpanggil dan ikut bertanggungjawab membangun kampung halamannya. Banyak kegiatan yang telah dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat maupun pemberdayaan diri. Kita sendiri di Kabupaten Agam, ada banyak kegiatan pemberdayaan sebagai terjemahan program-program pemberdayaan oleh pemerintah sendiri maupun dari masyarakat. Saat sekarang ini antusiasnya masyarakat Agam terutama di perantauan untuk peduli akan peningkatan peran dan tingkat ekonomi masyarakat, sangat membanggakan kita semua. Beberapa diantaranya, perhatian dari salah seorang putra Agam di Jakarta (H.Datuk Hakim Thantawi) dengan Yayasan Pembangunan Agam ikut memberdayakan masyarakat dengan berbagai kegiatan, kegiatan Pekan Olah Raga Kabupaten Agam, misalnya. Dari Bandung kita kenal juga saudara kita, H.Zainuddin yang mencoba memancing pemberdayaan masyarakat melalui ternak sapi potong, kemudian Saudara kita Fauzi Ma’ruf dengan bantuannya dalam bidang pendidikan. Banyak lagi putra Agam yang dirantau yang sebenarnya penuh peduli membangun kampung halaman dalam konteks pemberdayaan, sebahagian melakukannya dengan pengelolaan dan manajemen sendiri dan sebahagian lagi bersama-sama dengan pemerintah daerah.


Apapun caranya, jika dilakukan atas nama dan untuk kesejahteraan masyarakat Agam, kita semua patut berbangga. Kalau kita melihat dari perkembangan pemberdayaan diri yang datangnya dari masyarakat itu sendiri, salah satu contoh dapat kita lihat melalui berdirinya Koperasi AMUR di Banuhampu, memberikan kontribusi yang sangat luar biasa. Baik untuk anggota kelompok Koperasinya sendiri maupun masyarakat sekitarnya. Jadi dalam hal pemberdayaan ini dibutuhkan kedewasaan masyarakat sekaligus kedewasaan penyelenggara pemerintah dan dituntut kesiapan maupun kesungguhannya untuk menciptakan iklim pembangunan yang kondusif dan berwibawa untuk kepentingan bersama, kepentingan generasi mendatang.

No comments :