ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Tuesday 6 November 2007

Dibalik Misteri Kompensasi BBM & Tawuran DPR

Sepertinya tidak berbeda jauh “ kepribadian “ beberapa partai besar sekarang, dengan partai-partai dulu yang ucapannya manis membela rakyat, hanya saat kampanye saja. Kita tidak habis pikir serta bingung membedakan partai mana yang sesungguhnya membela rakyat. Hal ini cukup beralasan karena prakteknya hanya dengan “berbalas pantun“ debat kusir serta surat-suratan, permasalan perut dan dapur rakyat kecil dipandang ringan di muka DPR. Kasus protes sebahagian anggota DPR terhadap kenaikan BBM contohnya, proses yang berlangsung dilapangan lobi-lobi antar Partai sepertinya telah mengalahkan nurani anggota DPR. Demonstrasi menolak kenaikan BBM marak dimana mana, namun penyelesaian dari Legislatif sebahagian ada yang “berani mati“ menolak kenaikan BBM tetapi sebahagian besar tetap bertahan “berani malu“ menyelamatkan kebijakan pemerintah sekaligus partainya.


Diawali dari keluarnya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 tentang kenaikan BBM, tidak hanya mahasiswa calon pimpinan bangsa kelak, para anggota DPR fraksi PDI-P, fraksi – KB juga memilih opsi 2 yaitu menolak secara tegas kenikan BBM. Sedangkan PDS, PAN, PKS yang semula menolak 100% pada sidang tanggal 16/3 berubah sepertinya malu-malu menyutujui kenikan BBM (akhirnya memberi dukungan 50-50) pada sidang tanggal 21/3, sehingga diyakini tawuran DPR saat sidang paripurna dan berubahnya pendirian 3 fraksi sebagai sebuah misteri yang perlu kajian politis lanjutan. Mari kita bertanya, menyidik P-APBN 2005 yang menunjuk kenaikan kompensasi BBM dari 7 triliun menjadi 18,1 triliun setelah DPR meng-amin-kan Perpres 22 Tahun 2005.


Aneh bin ajaib memang, biasanya perubahan anggaran dilaksanakan diatas bulan Juli karena dipandang anggaran yang direncanakan sudah menunjukkan pasang surutnya, namun berbeda pada APBN tahun 2005 ini. APBN yang belum efektif berjalan 3 bulan sudah diminta untuk direvisi. Mungkin anda sependapat dengan saya, dengan rentang waktu APBN 2005 yang masih berumur jagung, tidak layak merevisinya. Jika dipaksakan, DPR harus terlebih dahulu merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 27, penjelasan Pasal 27 ini menyatakan bahwa pengajuan perubahan APBN harus dilakukan bulan Juli, setelah adanya laporan pelaksanaan anggaran semester pertama. Dengan demikian, walaupun Pemerintah tetap “ngotot” menyerahkan P-APBN pada bulan Maret ini, seharusnya pembahasan di mulai pada bulan Mei, itupun sebelum penetapannya nanti, pihak DPR harus mempelajari terlebih dahulu laporan semester pertama pemerintah.


Di satu sisi ini menunjukkan ketidaksiapan para pembantu Presiden memprediksi, menyusun dan merumuskan APBN 2005 sehingga harus di revisi pagi-pagi. Indikasi lain terlihat pada materi P-APBN menonjolkan dana kompensasi kenaikan BBM, mengapa rencana kenaikan BBM sebagai keharusan menyikapi harga minyak dunia tidak terlebih dahulu dicantumkan dalam APBN 2005, dan menunggu “pembela“ Pemerintah di DPR memenangkan “games” pada sidang-sidang paripurna. Sepertinya Pemerintah sudah kecolongan akibat keteledoran pembantu-pembantunya, dan untungnya Pemerintah tidak terlalu terkoreksi dan “kalah malu” karena di DPR ada banyak “anak buah” partai dari pemimpin pemerintahan yang mudah di kondisikan.


Inilah yang mungkin melatarbelakangi memanasnya emosi sebahagian anggota DPR yang memilih “tawuran” karena kecewa berat atas “pengkhianatan” dari koalisi yang di bangun manis sebelumnya, terkoyak. Sebagai masyarakat awam, kita memahami mengapa anggota DPR dari PDI-P tidak bisa mengendalikan dirinya dan mungkin kitapun tidak dapat menahan kegeraman diri jika mengikuti permainan politik di DPR. Mari kita memperhatikan misteri lain, saat Menteri Keuangan menyampaikan Nota Keuangan dan RUU P-APBN 2005 tetapi tidak meminta agar di bahas segera. Bisa saja Pemerintah berniat tidak ingin menganggu masa Reses DPR 25 Maret-2 Mei 2005, hingga diharapkan setelah reses nanti di bahas. Jelas kalau di kaji lebih dalam, sebenarnya bukti ini menunjukkan jauh sebelum APBN 2005 di susun, sebenarnya Pemerintah berkeinginan menaikkan BBM dan mengalokasikan kompensasi BBM ke berbagai sektor. Namun, Pemerintah “takut” melihat peta politik yang belum teruji dan sangat rawan pada saat itu. Hal ini cukup beralasan karena terjadi pergantian Pimpinan Partai Golkar yang memiliki suara terbesar di DPR, dan riaknya masih dirasakan besar serta masih sulit “dijinakkan”. Pada saat sekarang, ketika proses “pencopotan dan pengkebirian” orang-orang Akbar Tanjung di DPR sudah selesai, Pemerintah mau tidak mau menjalankan strateginya menaikkan BBM, dengan garansi Partai Golkar, Partai Demokrat dan koalisi bayangannya (dilihat dari menteri-menteri yang di ambil dari kader partai-partai kecil) membelanya habis-habisan. Tepat memang moment peluncuran kenaikan BBM ini, dan nyatanya PDI-P walaupun memiliki kursi terbesar nomor 2 di DPR, menjadi tidak berdaya tanpa Partai Golkar.


Kompensasi BBM yang semula 19 triliun setelah kenaikan BBM menjadi sekitar 30 triliun demikian kata Hafiz Zamawi Wakil Ketua Panitia Anggaran. Substansi kenaikan harga BBM memang pada satu sisi menghasilkan dana segar sekitar 19 triliun (katakanlah demikian dulu), yang katanya bersumber dari para “orang kaya” pemakai manfaat BBM. Tetapi apakah Pemerintah lupa kalau dampak kenaikan BBM mengakibatkan ongkos-ongkos naik, harga berbagai kebutuhan hidup-pun ikutan melambung tinggi. Hal ini justru makin memberatkan masyarakat kecil dan miskin namun sebaliknya tidak akan membuat pusing orang-orang kaya, termasuk anggota DPR. Kenapa anggota DPR juga tidak akan peduli dengan naikknya harga BBM, karena justru pada saat mahasiswa berdemonstrasi menolak kenaikan BBM, para istri anggota DPR justru duduk manis mendengarkan presentasi dari para pengusaha Real Estate dan Villa-Villa di Gedung DPR.


Sulit sebenarnya memposisikan diri dipihak mana kita berada sekarang, namun selayaknyalah kita tetap berharap dan berdoa semoga para pemimpin kita lebih serius lagi memikirkan kita rakyat-rakyat miskin di bawah, dan semoga Tuhan melimpahkan kutukannya terhadap para pemimpin dan wakil rakyat yang mementingkan diri sendiri, amin. *(Penulis adalah Dosen Univ. Pembinaan Masy. Indonesia).

No comments :