ROBERT HENDRA GINTING, AP, M.Si

Tuesday 6 November 2007

Mahalnya harga sebuah 'khayalan' KPU

KETIKA kita mulai melahirkan ide-ide kreatif dan berbagai terobosan intelektual, maka disaat itulah permasalahan bergerak membayanginya. Nenek dan Kakek sering mengatakan “Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit “, sebaliknya tidak pernah mengatakan “Gantungkanlah khayalanmu setinggi bintang di langit”.

Orang pintar mengatakan : cita-cita itu seperti keinginan baik, diperoleh dengan cara baik dan persentasi pencapaian yang diletakkan lebih tinggi dari kegagalan. Kemudian, perbedaan yang ditemui dengan khayalan, tidak jauh berbeda dengan hakekat cita-cita, namun perbedaan mendasar terletak pada niat dan hasil akhir yang diinginkan.


Independensi / kenetralan suatu lembaga Negara seperti Komisi Pemilihan Umum Pusat dan Daerah (KPU) sudah merupakan tuntutan masyarakat dan hukum. Penyelenggaraan tugas mulia KPU sebagai bahagian dari organisasi pembaharuan demokrasi, sampai beberapa waktu lalu secara umum, kedua jempol kita pantas di acungkan untuknya. Bahan pertimbangan penilaian ini didasarkan pada keberhasilan KPU menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu untuk memilih Presiden Indonesia.


Akhir cerita panjang kebanggan terhadap sosok KPU, tanpa terbayangkan sebelumnya, muncul kepermukaan berbagai tindakan “kriminal” yang dipraktekan oknum-oknum dalam bendera KPU. Terungkapnya dugaan kasus korupsi terhadap pengadaan material Pemilu di tubuh KPU seakan telah mencoreng kebanggan kita terhadap kredibilitas KPU. Walaupun oknum-oknum tersebut bertindak bukan atas nama institusi namun akibat ulah oknum-oknum (masih tersangka) dalam KPU, yang telah menodai wajah KPU. Walaupun penghakiman kasus dugaan korupsi di tubuh KPU masih harus menempuh berbagai prosedur dan tahapan, indikasi kegiatan menguntungkan diri sendiri dan atau kelompok dalam tubuh KPU ini sudah semakin jelas terlihat.


Belum habis cerita dugaan korupsi di tubuh KPU Pusat ini, kembali kita tersentak heran, sama seperti Menteri Dalam Negeri yang terkejut melihat Laporan KPU Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Penyelenggaraan PILKADA di Kab. Kutai ini dalam anggaran yang di buat akan menghabiskan dana sebesar 34 milyar rupiah. Kalau kita kaji, anggaran PILKADA 34 M yang sudah di “aminkan” DPRD Kab. Kutai ini luar biasa besarnya. Perbandingan jumlah Pemilih di Kabupaten Kutai 314.560 orang dan dengan anggaran 34 M maka diperkirakan setiap Pemilih dibiayai dengan anggaran 108,1 ribu rupiah.


Sementara kalau kita melihat kondisi Kabupaten Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta dengan jumlah Pemilih dalam PILKADA 2005 ini, sebanyak 603.150 orang hanya menganggarkan 8,3 miliar rupiah, dan perbandingan yang ditampilkan untuk satu orang Pemilih dibiayai dengan anggaran 14,3 ribu rupiah. Contoh lain untuk membuka mata kita adalah anggaran PILKADA yang di buat Kota Depok Jawa Barat dengan 903 Pemilih hanya menganggarkan 11,5 miliar rupiah dan dengan 12,7 rupiah anggaran untuk satu orang Pemilih.


Tidak dapat di sangkal memang Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk dalam deretan daerah yang memiliki PAD terbesar / tinggi serta merupakan salah satu daerah yang dipandang berhasil dalam penyelenggaraan good governance dan e-government Indonesia.


Kembali kepada permasalahan, sosok KPU sebagai agent of change, sudah selayaknya para anggota KPU di bantu dalam melaksanakan cita-cita kita masyarakat Indonesia untuk demokrasi rakyat. Tentu saja secercah harapan dan cita-cita ini tidak saja ditujukan kepada KPU Pusat, namun lebih khusus lagi bagi KPU kita yang berada di daerah. Hal ini dipandang sangat penting, stressing kita karena pada saat ini sudah mulai di tabuh genderang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung.


Sebagai bahagian dari manusia Indonesia yang ikut bertanggungjawab menjaga idealisme demokrasi rakyat ini, diharapkan dari kita sebagai masyarakat yang memiliki hak sejahtera, aman, dan damai…turut juga mendampingi KPU dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya sehari-hari. Hal ini berarti, jangan sampai permasalahan timbul karena kitalah yang menjadi sumber bahkan katalisatornya.


Mengulang tulisan sebelumnya pada DAIRI POS ini, paling tidak ada 4 indikator yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana korupsi seperti diduga dalam tubuh KPU, yaitu :


PERTAMA, Aspek Individu Pelaku Korupsi : sipat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup yang konsumtif, dan malas atau tidak mau bekerja keras.


KEDUA, Aspek Organisasi : kurang adanya teladan pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi korupsi di organisasinya.


KETIGA, Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Masyarakat Berada : nilai-nilai yang berlaku di masyarakat ternyata kondusif untuk terjadinya korupsi, masyarakat kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan oleh setiap praktek korupsi adalah masyarakat itu sendiri, dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil kalau masyarakat ikut aktif melakukannya, dan generasi muda Indonesia dihadapkan dengan praktek korupsi sejak dilahirkan.


KEEMPAT, Aspek Peraturan Perundang-undangan : adanya peraturan perundang-undangan monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan kroni-kroni oknum pejabat, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, tidak efektifnya judicial review oleh Mahkamah Agung, peraturan kurang disosialisasikan , sanksi terlalu ringan, dan penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu.


Semuanya terpulang dari kita, masyarakat umum termasuk di dalamnya pengusaha, wartawan, pejabat, dan aparat apakah mau merajut kebersamaan membantu KPU menyelenggarakan PILKADA sesuai peraturan yang ada untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan bukan mendahulukan kesejahteraan kita. Walaupun sudah bosan kita dengan slogan dan cita-cita pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, namun berpikir positif dan optimis secara bersama-sama kita kawal pembangunan ini bersama siapapun yang mengemban amanat mewujudkan kemakmuran dengan meraih satu persatu kesejahteraan dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, selesai. (Penulis adalah Alumnus Pascasarjana Universitas Indonesia).

No comments :